5 Fakta Serangan Mematikan Israel ke Gereja di Gaza, Desak Gencatan Senjata Segera

Warga Palestina membawa jenazah korban serangan drone Israel
Sumber :
  • Antara

VIVA Tangerang – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengecam keras serangan mematikan yang dilakukan Israel terhadap Gereja Keluarga Kudus di Gaza, sebuah tempat suci yang saat itu menjadi perlindungan warga sipil. Serangan tersebut terjadi di tengah situasi krisis kemanusiaan yang semakin parah di Jalur Gaza, Kamis (17/7).

Pernyataan Guterres disampaikan melalui juru bicara PBB, Stephanie Tremblay, yang menegaskan bahwa tempat ibadah seharusnya menjadi zona aman dan dilindungi dari kekerasan bersenjata.

“Serangan terhadap tempat ibadah tidak dapat diterima. Orang-orang yang mencari perlindungan harus dihormati dan dilindungi, bukan diserang,” kata Tremblay.

Seruan Gencatan Senjata dan Perlindungan Sipil

Sekjen PBB juga menyerukan kepada semua pihak untuk menghentikan serangan terhadap warga sipil dan memastikan akses bantuan kemanusiaan secara besar-besaran ke Gaza. Ia menegaskan pentingnya gencatan senjata segera demi menyelamatkan nyawa dan menghentikan penderitaan warga sipil yang berkepanjangan.

“Sudah terlalu banyak nyawa yang terenggut. Gencatan senjata harus terjadi sekarang juga, tanpa syarat,” imbuh Tremblay.

Situasi Pengungsi Gaza Kian Memburuk

Badan Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyampaikan bahwa situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk sejak berakhirnya gencatan senjata pada 18 Maret lalu. Antara 8 hingga 15 Juli saja, lebih dari 11.600 warga Palestina kembali mengungsi, sehingga total pengungsi mencapai lebih dari 737.000 orang, atau sekitar 35 persen dari seluruh penduduk Gaza.

Hampir seluruh perumahan di Gaza dilaporkan telah hancur atau tidak dapat dihuni. Banyak warga terpaksa tinggal di tempat terbuka, tanpa akses memadai terhadap air, listrik, dan sanitasi.

Kehidupan di Tengah Krisis: Laut sebagai Tempat Mandi

Di tengah kehancuran infrastruktur air bersih, warga Gaza selama ini mengandalkan Laut Mediterania sebagai tempat mandi dan membersihkan diri. Namun, larangan akses laut yang diberlakukan kembali oleh otoritas Israel, termasuk larangan berenang dan memancing, membuat pilihan tersebut menjadi mustahil.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat laut adalah satu-satunya opsi bagi banyak keluarga untuk menjaga kebersihan diri dalam situasi darurat.

Krisis Bahan Bakar Ancam Layanan Kesehatan

Kelangkaan bahan bakar seperti solar dan benzena membuat banyak layanan vital seperti rumah sakit dan ambulans tidak dapat beroperasi dengan optimal. Para aktivis kemanusiaan menyambut baik masuknya bensin ke Gaza untuk pertama kalinya dalam lebih dari 135 hari, namun menegaskan bahwa jumlahnya masih sangat terbatas.

“Kehidupan bergantung pada bahan bakar dan tempat tinggal. Tanpa keduanya, warga sipil tidak punya peluang untuk bertahan hidup,” ungkap pernyataan para aktivis OCHA.

Mereka juga mendesak pencabutan larangan terhadap bahan bangunan agar warga bisa membangun kembali tempat tinggal dan infrastruktur penting. (Antara)