Mengapa Bisnis Butuh Musuh: Strategi “Villain Marketing” yang Menggugah

Ilustrasi Bisnis.
Sumber :
  • VIVA

Tangerang – Dalam dunia bisnis yang penuh persaingan, pendekatan pemasaran tradisional seringkali menekankan pada keunggulan produk, testimoni pelanggan, atau inovasi terbaru. Namun, ada satu strategi yang cukup menggugah namun jarang dibahas secara mendalam: villain marketing, atau menciptakan "musuh bersama" dalam strategi brand.

Villain marketing bukan berarti secara langsung menyerang kompetitor secara terang-terangan. Sebaliknya, ini adalah teknik cerdas untuk membangun loyalitas dan emosi konsumen dengan menciptakan narasi bahwa brand Anda adalah pahlawan yang sedang melawan sesuatu yang besar, salah, atau menyebalkan.

Musuh sebagai Alat Storytelling

Setiap cerita yang kuat selalu punya tokoh antagonis. Dalam dunia bisnis, “musuh” ini bisa berupa hal-hal abstrak seperti kemalasan, ketidakadilan, teknologi kuno, sistem yang korup, atau bahkan kebiasaan lama yang tidak relevan lagi.

Contoh nyata adalah Apple, yang sejak awal membingkai dirinya sebagai “pemberontak kreatif” melawan IBM dan Microsoft yang dianggap kaku dan membosankan. Dengan gaya visual dan pesan yang tajam, Apple berhasil membangun kesan bahwa mereka adalah brand untuk para inovator dan pemikir bebas.

Membangun Identitas Melalui Pertentangan

Dengan menghadirkan musuh, sebuah bisnis dapat menegaskan nilai-nilai yang diperjuangkannya. Ini bukan hanya soal jualan produk, tapi tentang misi dan tujuan yang lebih besar.

Misalnya, sebuah brand makanan sehat bisa memosisikan dirinya melawan industri fast food yang sarat pengawet. Atau brand lokal bisa mengambil sikap melawan dominasi produk luar negeri dengan mengangkat isu keberlanjutan dan ekonomi rakyat.

Strategi Emosional yang Efektif

Villain marketing bekerja karena emosi manusia cenderung terikat pada konflik. Ketika sebuah brand mengajak pelanggan untuk berdiri bersama dalam “perjuangan” melawan sesuatu, hubungan yang terbentuk jauh lebih kuat daripada sekadar hubungan transaksi jual beli.

Pelanggan tidak lagi hanya membeli produk, tapi merasa menjadi bagian dari misi. Mereka ingin membantu “pahlawan” mengalahkan “musuh”. Ini membuat loyalitas terhadap brand semakin tinggi.

Hati-Hati dalam Eksekusi

Meski powerful, strategi ini juga memiliki risiko. Jika tidak dilakukan dengan bijak, villain marketing bisa terlihat menyerang, arogan, atau justru menimbulkan backlash. Pastikan musuh yang Anda pilih bersifat ideologis atau konseptual, bukan menyerang pihak tertentu secara personal.

Hindari menyebut nama kompetitor secara langsung, kecuali Anda yakin bisa mengelola dampaknya dengan baik. Yang terpenting, tetap fokus pada solusi dan nilai positif yang Anda tawarkan.

Villain marketing adalah pendekatan yang menggugah dan penuh potensi jika dijalankan secara strategis. Dengan menghadirkan musuh yang tepat, Anda bisa membentuk narasi yang kuat, membangun komunitas loyal, dan mengokohkan posisi brand di tengah persaingan pasar.

Jadi, jika ingin brand Anda lebih dari sekadar penyedia produk—mulailah bertanya: siapa musuh yang harus Anda lawan?