Parenting Low Dopamine: Tidak Reaktif, Tidak Impulsif, Anak Lebih Nyaman
Tangerang – Pernah dengar istilah low dopamine parenting? Konsep parenting ini mulai populer karena dipercaya bisa membantu orang tua tidak mudah meledak-ledak, tidak reaktif, dan lebih sadar dalam merespons perilaku anak. Metode ini cocok diterapkan di era digital yang serba cepat memicu stres.
Sebenarnya, apa itu low dopamine parenting? Bagaimana penerapannya? Dan apa manfaatnya bagi anak dan orang tua? Yuk, simak penjelasan dan tips praktisnya berikut ini!
Apa Itu Low Dopamine Parenting?
Low dopamine parenting berarti orang tua berusaha menjaga kadar dopamine tetap stabil dengan menurunkan ekspektasi berlebih, menahan impuls reaktif, dan lebih mengutamakan koneksi dengan anak.
Dopamine adalah zat kimia di otak yang memengaruhi motivasi dan rasa senang. Kalau orang tua terbiasa mencari dopamine spike — misalnya selalu ingin anak cepat nurut, selalu ingin situasi tenang dengan cara instan — maka emosi mudah meledak kalau harapan tidak terpenuhi.
Dalam low dopamine parenting, orang tua belajar untuk:
- Tidak buru-buru mengendalikan situasi.
- Tidak terpancing marah secara impulsif.
- Tidak mencari “hasil instan” dalam mendidik anak.
Kenapa Pola Asuh Ini Penting?
Di era gadget, orang tua pun rentan overstimulation. Notifikasi medsos, tugas kerja, masalah rumah tangga, semua membuat otak selalu “sibuk”. Kalau tidak sadar, orang tua mudah terpicu emosi kecil dari anak.
Dengan low dopamine parenting, orang tua dilatih untuk menunda respon impulsif, menurunkan standar perfeksionis, dan mengutamakan connection over correction (mengutamakan koneksi daripada koreksi).
Dampak Positif Bagi Anak
- Anak merasa lebih aman dan diterima apa adanya.
- Hubungan anak-orang tua lebih hangat.
- Anak belajar mengatur emosi karena orang tuanya memberi contoh.
- Anak tidak takut berbuat salah.
Tips Menerapkan Low Dopamine Parenting
Berikut beberapa cara sederhana agar bisa lebih mindful dan tidak reaktif:
1. Ambil Jeda Sebelum Merespons
Saat anak berulah, biasakan berhenti sejenak. Ambil napas dalam. Tanyakan ke diri sendiri: “Apa reaksi ini membantu anak belajar?” Jeda satu menit bisa mencegah kata-kata yang disesali.
2. Turunkan Ekspektasi
Terima bahwa anak belajar dari kesalahan. Bukan berarti kamu membiarkan perilaku buruk, tapi belajarlah memisahkan anak nakal dan perilaku yang perlu diarahkan.
3. Fokus pada Hubungan, Bukan Hanya Hasil
Daripada memarahi anak agar cepat nurut, ajak ngobrol. Contoh: “Ibu lihat kamu marah karena mainannya rusak, mau dibantu cari solusi?”
4. Kurangi Sumber Stressor
Kurangi multitasking berlebihan. Matikan notifikasi HP saat bersama anak. Luangkan waktu “slow parenting” — bermain atau ngobrol tanpa distraksi.
5. Rawat Diri Sendiri
Low dopamine parenting tidak bisa jalan kalau orang tua stres kronis. Tidur cukup, makan bergizi, dan punya me time akan membantu pikiran lebih jernih.
Low dopamine parenting mengajak orang tua mendampingi anak dengan lebih sabar, sadar, dan tidak reaktif. Hasilnya, anak merasa aman, nyaman, dan tumbuh jadi pribadi yang percaya diri.
Ingat, membesarkan anak itu maraton, bukan sprint. Tidak perlu terburu-buru melihat hasil instan. Koneksi yang hangat adalah hadiah terbaik bagi anak — dan juga bagi diri sendiri sebagai orang tua.