Tato dan Piercing: Ekspresi Diri atau Self-Harm Terselubung?
- Freepik
Tangerang – Di era modern, tato dan piercing sudah menjadi hal lumrah, bahkan tren di berbagai kalangan, mulai dari remaja, seniman, hingga selebritas. Dulu, tato identik dengan stigma negatif, tetapi kini banyak orang memandangnya sebagai bentuk ekspresi diri. Begitu juga dengan piercing, yang tak lagi terbatas di telinga, tetapi merambah hidung, alis, bibir, bahkan bagian tubuh lain.
Namun, di balik maknanya sebagai seni tubuh, sebagian pakar kesehatan mental menilai ada sisi gelap yang jarang disadari: apakah tato dan piercing bisa menjadi bentuk self-harm terselubung?
Tato dan Piercing Sebagai Bentuk Ekspresi Diri
Bagi sebagian orang, tato dan piercing adalah cara untuk menunjukkan identitas. Ada yang memilih motif tato penuh makna, nama orang terkasih, atau simbol keyakinan diri. Piercing pun sering dianggap sebagai cara menunjukkan keberanian melawan norma.
Banyak seniman tato percaya, seni ini adalah ‘kanvas hidup’ untuk bercerita. Klien pun sering merasa memiliki kendali atas tubuhnya, yang terkadang tidak mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kapan Tato Bisa Menjadi Self-Harm Terselubung?
Walau terlihat sebagai seni, tidak semua orang membuat tato atau menindik tubuh dengan tujuan positif. Beberapa studi psikologi menyebut, sebagian individu memiliki kecenderungan melukai diri (self-harm) melalui modifikasi tubuh yang berulang.
Tindakan self-harm terselubung biasanya terjadi ketika tato atau piercing dilakukan secara impulsif, berulang-ulang, tanpa motif estetika yang jelas. Misalnya, seseorang merasa ‘lega’ atau ‘puas’ melihat rasa sakit dan luka di tubuhnya. Pada kasus tertentu, rasa sakit fisik dianggap dapat menutupi luka emosional yang lebih dalam.
Bagaimana Membedakannya?
Perbedaan utama terletak pada niat. Bila seseorang mendesain tato dengan matang, datang ke seniman profesional, dan memiliki alasan personal yang positif, itu termasuk ekspresi diri.
Sebaliknya, jika proses membuat tato atau piercing dilakukan terus-menerus hanya demi rasa sakit, patut diwaspadai sebagai tanda masalah psikologis. Apalagi bila muncul perasaan menyesal atau impuls untuk melukai diri di area lain.
Dampak Psikologis dan Fisik
Dari sisi kesehatan, tato dan piercing punya risiko infeksi, alergi, atau keloid. Dari sisi psikologis, orang dengan riwayat depresi atau trauma kadang menjadikan rasa sakit sebagai pelarian. Karena itu, penting untuk mengenali batas antara seni tubuh dan self-harm terselubung.
Kapan Harus Konsultasi Profesional?
Jika seseorang mulai merasa terdorong membuat tato atau piercing demi merasakan sakit, sebaiknya segera konsultasi ke psikolog atau psikiater. Terapi perilaku kognitif (CBT) sering digunakan untuk membantu orang yang berjuang melawan self-harm.
Tato dan piercing pada dasarnya adalah bentuk ekspresi diri yang sah. Namun, jika dilakukan berlebihan dengan motif melukai diri, bisa menjadi self-harm terselubung. Kenali batasnya, pahami motivasi di baliknya, dan jangan ragu mencari bantuan profesional jika muncul tanda-tanda bahaya.