Krisis Lahan Pemakaman Umat Muslim di Jepang Karena Keterbatasan Lahan dan Penolakan Masyarakat Lokal

Asosiasi Muslim Beppu di Beppu, Prefektur Oita, Jepang.
Sumber :
  • Mainichi

VIVA Tangerang – Dengan semakin banyaknya umat Muslim yang tinggal di Jepang, permintaan akan tempat pemakaman yang sesuai dengan ajaran agama mereka pun meningkat. Di negara yang memiliki tradisi kremasi ini, beberapa pemerintah daerah mulai mempertimbangkan pembangunan pemakaman untuk memenuhi kebutuhan ini. Namun, ide tersebut mendapat penolakan dari sebagian pemimpin masyarakat Jepang yang khawatir akan dampaknya terhadap sanitasi.

Seperti dilansir laman Jepang, Mainichi, Rabu 5 Februari 2025, Umat Muslim yang berencana tinggal permanen di Jepang merasa khawatir dengan terbatasnya lahan pemakaman yang tersedia, terutama untuk generasi mendatang.

Pada Desember 2024, Gubernur Miyagi, Yoshihiro Murai, mengungkapkan bahwa ia sedang mempertimbangkan untuk membangun pemakaman Muslim di prefektur tersebut setelah mendengar keluhan dari seorang penduduk Muslim yang mengatakan bahwa sulitnya tinggal di Jepang akibat kurangnya lahan pemakaman.

Prefektur Miyagi, yang terletak di wilayah Tohoku, Jepang timur laut, sebelumnya telah menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Indonesia pada 2023 untuk mengamankan sumber daya manusia dalam mendukung industri lokal. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki pandangan bahwa umat Islam harus dimakamkan, dan kremasi dilarang dalam agama mereka.

Murai mengungkapkan rasa prihatin terhadap kurangnya perhatian terhadap multikulturalisme di Jepang, meskipun negara ini mengklaim sebagai masyarakat multikultural. "Kita harus melakukan sesuatu meski menerima kritik," katanya.

Di tempat lain, di Prefektur Oita, sebuah proyek pemakaman untuk umat Muslim di kota Hiji tengah dipromosikan oleh Asosiasi Muslim Beppu, namun masa depannya terancam karena penentangan dari wali kota setempat. Rencana pembangunan pemakaman ini awalnya berjalan lancar, dengan warga setempat setuju dengan rencana penjualan tanah milik pemerintah kota pada 2023. Namun, penolakan muncul pada 2018 terkait pembelian lahan lain, yang memicu kekhawatiran tentang potensi kerusakan dan dampaknya terhadap kualitas air tanah.

Rencana pemakaman bagi umat Muslim di Oita Jepang.

Photo :
  • Mainichi

Sebagai bagian dari kesepakatan, rencana pemakaman ini menetapkan bahwa tidak akan ada pemakaman tambahan selama 20 tahun di tanah yang sudah digunakan untuk pemakaman sebelumnya, dan air tanah akan diuji setiap tahun. Meskipun demikian, situasi berubah setelah Tetsuya Abe, yang menentang proyek ini, terpilih sebagai wali kota pada Agustus 2024. Ia menegaskan bahwa dia tidak akan mengizinkan tanah tersebut dijual untuk dijadikan pemakaman, setelah mendengar kekhawatiran masyarakat terkait potensi kontaminasi air tanah.

Menurut Hirofumi Tanada, profesor emeritus Universitas Waseda yang mengkhususkan diri dalam studi Islam di Jepang, diperkirakan ada sekitar 350.000 umat Muslim di Jepang pada awal 2024. Jumlah masjid di Jepang juga meningkat pesat, dari hanya beberapa masjid pada empat dekade lalu menjadi sekitar 150 masjid pada Juni 2024. Namun, meski jumlah umat Muslim diperkirakan akan terus meningkat, hanya ada sekitar 10 tempat pemakaman yang didedikasikan untuk agama tertentu di seluruh Jepang.

Meskipun tidak ada larangan hukum mengenai pemakaman di tanah, pemerintah daerah dapat menetapkan persyaratan untuk hal tersebut. Namun, menurut survei nasional pada 2023, lebih dari 99,9 persen tempat pemakaman di Jepang masih mengutamakan kremasi.

Di tengah kekurangan tenaga kerja domestik, pemerintah Jepang telah berupaya menerima lebih banyak tenaga kerja asing dan mendorong terciptanya masyarakat yang inklusif. Abe, wali kota Hiji, menyatakan bahwa masalah pemakaman ini tidak seharusnya diserahkan sepenuhnya pada pemerintah daerah dan menyerukan agar pemerintah pusat terlibat untuk menetapkan pedoman yang jelas.

Pada 2021, Asosiasi Muslim Beppu mengajukan petisi kepada pemerintah pusat untuk mendirikan pemakaman umum yang memungkinkan orang memilih metode pemakaman sesuai keyakinan mereka. Namun, hingga saat ini, permohonan tersebut belum mendapat tanggapan.

Tahir Khan, perwakilan Asosiasi Muslim Beppu yang juga seorang profesor universitas di Oita dan warga negara Jepang, menegaskan pentingnya menyediakan tempat pemakaman bagi generasi mendatang. "Kita tidak bisa meninggalkan masalah pemakaman ini tanpa solusi untuk anak cucu kita," ujarnya.