Sleep Tourism: Tren Liburan Unik Demi Tidur Pulas

Ilustrasi tidur (freepik.com)
Sumber :
  • Freepik

Tangerang – Pernah mendengar istilah sleep tourism? Tren liburan ini semakin banyak dilirik, terutama oleh mereka yang merasa kualitas tidurnya memburuk akibat tekanan pekerjaan, gadget, dan rutinitas kota besar. Sleep tourism atau wisata tidur pada dasarnya adalah konsep liburan yang berfokus bukan hanya pada destinasi indah, tetapi juga pada pengalaman tidur yang berkualitas.

Ghosting Bukan Cuma di Percintaan: Fenomena Menghilang dari Circle Toxic

Fenomena ini berkembang seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya tidur bagi kesehatan mental maupun fisik. Di tengah gaya hidup serba cepat, banyak orang justru kesulitan memejamkan mata dengan nyenyak. Beragam survei menunjukkan semakin banyak pekerja kantoran, entrepreneur, hingga content creator yang rela merogoh kocek demi sekadar “kabur” dari rutinitas untuk mendapatkan tidur pulas.

Mengapa Sleep Tourism Semakin Populer?

Menurut para ahli, kurang tidur berdampak pada produktivitas, suasana hati, hingga risiko gangguan kesehatan kronis. Bagi sebagian orang, staycation di hotel biasa seringkali tidak cukup. Akhirnya, muncul tren sleep tourism yang menawarkan pengalaman menginap di hotel atau resort dengan fasilitas khusus untuk meningkatkan kualitas tidur.

Zodiak yang Cocok Jadi Polisi dan TNI: Siapa Saja yang Paling Tangguh dan Disiplin?

Mulai dari tempat tidur super nyaman dengan teknologi pengaturan suhu, bantal anti-dengkur, aromaterapi, hingga layanan sleep concierge yang siap membantu tamu agar bisa tidur lelap. Tidak jarang, beberapa hotel mewah bahkan menyediakan kelas meditasi, sesi relaksasi, hingga terapis profesional yang membantu mengatasi insomnia ringan.

Sleep Tourism dan Gen Z: Apakah Cocok?

Sleep tourism bukan hanya diminati oleh para pekerja kantoran mapan, tapi juga menarik perhatian Gen Z. Generasi ini dikenal sangat peduli pada kesehatan mental dan self-care. Bagi Gen Z, healing bukan hanya pergi ke pantai atau hiking ke gunung, tapi juga bisa sekadar mematikan notifikasi, rebahan, lalu tidur nyenyak di kamar hotel dengan suasana yang mendukung.

15 Tips Hari Pertama Sekolah: Persiapan Mental, Fisik, dan Emosional untuk Anak dan Orang Tua

Bahkan, beberapa resort di Bali, Ubud, hingga Lombok mulai melirik konsep sleep retreat yang menggabungkan wisata alam dengan sesi tidur berkualitas. Gen Z yang sering terpapar tren work-life balance pun semakin penasaran dengan paket sleep tourism yang menjanjikan ‘liburan anti lelah’ ini.

Sleep Tourism: Gaya Hidup Mahal atau Investasi Kesehatan?

Pertanyaan yang sering muncul, apakah sleep tourism hanya sekadar gaya hidup mewah yang tidak perlu? Faktanya, tren ini justru dianggap sebagai bentuk investasi kesehatan. Tidur yang berkualitas terbukti dapat meningkatkan sistem imun, memperbaiki suasana hati, dan mencegah stres berlebihan.

Meski demikian, sleep tourism tentu bukan satu-satunya solusi. Kamu tetap perlu membangun kebiasaan tidur sehat, seperti tidur cukup 7–9 jam, mematikan gadget sebelum tidur, serta menjaga kebersihan kamar tidur.

Sleep tourism hanyalah salah satu cara mendukung pola tidur, bukan pengganti rutinitas tidur sehat di rumah. Jika rutinitas harianmu tetap buruk, liburan tidur sekali-dua kali saja tidak akan berdampak signifikan.

Tips Memilih Sleep Tourism yang Tepat

Tertarik mencoba sleep tourism? Berikut beberapa tips agar liburan tidurmu tidak sia-sia:

  1. Pilih lokasi yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota.

  2. Perhatikan fasilitas hotel: kasur, bantal, hingga pencahayaan kamar.

  3. Cek program pendukung, misalnya meditasi, aromaterapi, atau konsultasi dengan ahli tidur.

  4. Jangan bawa pekerjaan. Pastikan liburan benar-benar untuk tidur dan relaksasi.

  5. Atur jadwal gadget-free, agar tidur tidak terganggu notifikasi.

Sleep tourism memang terdengar unik, tapi faktanya kebutuhan akan tidur berkualitas makin disadari oleh masyarakat urban. Bagi banyak orang, tidur bukan sekadar rutinitas, tapi menjadi cara untuk memulihkan energi dan menjaga kesehatan mental.

Kalau biasanya liburan diidentikkan dengan aktivitas fisik, menjelajah tempat baru, atau mencicipi kuliner, maka sleep tourism menghadirkan liburan ‘pasif’ yang justru membawa dampak positif jangka panjang.

Jadi, bagaimana menurutmu? Apakah sleep tourism cocok untuk gaya hidupmu?