Silent Dinner: Tren Makan Malam Tanpa Bersuara, Emang Bisa?

Ilustrasi makan (freepik.com)
Sumber :
  • Freepik

Tangerang – Di tengah hiruk pikuk era serba bising, muncul tren baru yang diam-diam menarik perhatian: Silent Dinner alias makan malam tanpa bersuara. Fenomena ini sebenarnya bukan sekadar makan dalam diam, melainkan juga bagian dari praktik mindfulness yang perlahan makin digandrungi banyak orang urban, terutama generasi milenial dan Gen Z yang mulai lelah dengan kehidupan sosial yang bising. Lalu, apa sih sebenarnya Silent Dinner itu? Emang bisa makan malam bareng tanpa ngobrol satu kata pun?

Awal Mula Silent Dinner

Sleep Tourism: Tren Liburan Unik Demi Tidur Pulas

Konsep makan malam hening ini bukan hal benar-benar baru. Beberapa komunitas spiritual, seperti para praktisi meditasi atau retret Vipassana, memang terbiasa makan dalam kondisi sunyi. Namun, tren ini mulai populer secara komunal sejak muncul di beberapa kota besar di Eropa dan Amerika. Orang-orang datang ke sebuah restoran atau kafe khusus, duduk bersama orang asing, lalu menyantap hidangan tanpa percakapan. Hanya bunyi sendok, garpu, dan detak jantung masing-masing.

Tren ini dipercaya berawal dari keinginan untuk disconnect dari kebisingan, teknologi, serta obrolan yang kadang malah membuat makan tak lagi mindful. Sebaliknya, makan dalam sunyi justru mendorong orang benar-benar menikmati setiap suapan, aroma, rasa, tekstur, bahkan sensasi tubuh saat makan.

Kenapa Orang Mau Repot-Repot Makan Tanpa Suara?

Mantan Bintang Porno Rae Lil Black Mantap Jadi Mualaf, Ungkap Tantangan Berhijab dan Tinggalkan Masa Lalu

Bagi sebagian orang, Silent Dinner terdengar aneh. Bukankah makan malam justru momen untuk bersosialisasi? Benar, tapi tidak semua orang nyaman berbagi energi sosial setiap saat. Makan dalam diam memberikan ruang untuk mengistirahatkan pikiran. Fokusnya bukan pada basa-basi, melainkan pada makanan dan diri sendiri.

Selain itu, tren ini juga muncul sebagai reaksi dari kelelahan sosial (social fatigue) yang makin dirasakan generasi digital. Kehidupan online membuat orang terus “berbicara” 24/7. Akibatnya, makin banyak yang mendambakan hening sebagai sarana healing. Silent Dinner menjadi jawaban: makan tetap bareng orang lain, tapi tanpa tuntutan ngobrol.

Manfaat Silent Dinner

Ghosting Bukan Cuma di Percintaan: Fenomena Menghilang dari Circle Toxic

Beberapa orang mengaku merasakan manfaat nyata setelah mencoba Silent Dinner. Di antaranya:

  • Makan lebih perlahan sehingga membantu pencernaan.

  • Lebih sadar rasa lapar dan kenyang, sehingga bisa membantu pola makan sehat.

  • Mengurangi stres, karena pikiran tidak sibuk memikirkan obrolan.

  • Meningkatkan rasa syukur, karena benar-benar menikmati makanan tanpa distraksi.

Bahkan, sebagian restoran di Eropa sudah menyediakan sesi makan malam hening secara rutin. Konsepnya mirip retret mini: suasana remang, dekorasi minim distraksi, dan semua gadget harus dimatikan.

Tantangan Silent Dinner

Meski terkesan damai, bukan berarti tren ini cocok untuk semua orang. Ada yang justru merasa canggung karena tidak tahu harus menatap ke mana saat makan. Beberapa orang pun merasa makin kikuk duduk bersama orang asing tanpa kata. Karena itu, Silent Dinner sering lebih diminati orang-orang yang memang sudah terbiasa dengan praktik mindfulness atau meditasi.

Tren Gaya Hidup Anti-Mainstream

Silent Dinner hanyalah satu contoh gaya hidup anti-mainstream yang makin dicari di era kebisingan digital. Selain menenangkan pikiran, tren ini juga mengingatkan pentingnya mindful eating. Makan bukan sekadar rutinitas, tapi juga momen merawat diri.

Jadi, kalau kamu merasa butuh rehat sejenak dari obrolan, rapat, dan media sosial, mungkin Silent Dinner bisa dicoba. Siapa tahu, makan dalam hening justru bikin hatimu lebih kenyang.