Arti Viral 'Rojali dan Rohana': Bukan Sekadar Istilah, Ini Potret Gaya Hidup di Mall Zaman Sekarang
- VIVA
VIVA Tangerang – Dunia maya kembali diramaikan oleh dua istilah unik yang belakangan sering muncul di berbagai platform media sosial: Rojali dan Rohana. Kedua istilah ini jadi trending karena dianggap merepresentasikan fenomena yang sangat sering terjadi di pusat perbelanjaan Indonesia, terutama saat akhir pekan atau musim diskon.
Meski terdengar jenaka, istilah Rojali dan Rohana memuat sindiran sosial yang cukup tajam terhadap gaya nongkrong masyarakat urban masa kini. Konten bertema dua istilah ini pun membanjiri TikTok, X (Twitter), dan Instagram, dari meme, video humor, hingga diskusi di kolom komentar.
Apa sebenarnya arti di balik istilah Rojali dan Rohana yang kini viral ini?
Apa Itu Rojali? “Rombongan Jarang Beli”
Istilah Rojali merupakan akronim dari “Rombongan Jarang Beli”. Julukan ini diberikan untuk kelompok orang yang datang ke mal dalam jumlah besar, namun nyaris tidak melakukan pembelian apa pun.
Berikut ciri khas perilaku “Rojali”:
- Baca Juga :7 Film Keluarga yang Seru Ditonton Saat Liburan
Datang beramai-ramai, biasanya bersama teman, keluarga, atau komunitas.
Lebih sering berjalan-jalan keliling mall tanpa tujuan belanja jelas.
Sering menggunakan fasilitas gratis seperti Wi-Fi, AC, toilet, dan spot foto Instagramable.
Banyak bertanya kepada pramuniaga tapi tidak membeli.
Sibuk merekam konten untuk media sosial, seperti OOTD atau vlog, tanpa interaksi nyata dengan tenant.
Fenomena Rojali ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha retail. Walau traffic pengunjung mall tampak tinggi, kenyataannya tidak selalu berbanding lurus dengan angka penjualan.
Fakta Menarik: Banyak pelaku bisnis mencatat conversion rate pengunjung menjadi pembeli justru stagnan, karena tingginya jumlah Rojali yang hanya “window shopping”.
Siapa Itu Rohana? “Rombongan Hanya Nanya-Nanya” atau “Narsis”
Sementara itu, Rohana adalah istilah “pasangan” dari Rojali. Walau belum memiliki definisi resmi, masyarakat dunia maya mulai menyematkan beberapa kepanjangan kreatif pada kata ini, antara lain:
Rombongan Hanya Nanya-Nanya
Rombongan Hanya Nongkrong Aja
Rombongan Hanya Narsis
Rohana kerap digambarkan sebagai kelompok yang suka bertanya-tanya seputar produk, mencoba tester, berlama-lama di depan etalase, namun akhirnya tidak melakukan transaksi apa pun. Ada juga yang menyebut Rohana lebih suka memanfaatkan tempat sebagai “studio foto gratis” ketimbang tempat belanja.
Mengapa Istilah Ini Jadi Viral?
Popularitas Rojali dan Rohana tak lepas dari fakta bahwa banyak orang merasa “terwakili” oleh istilah ini, baik sebagai pelaku, pengamat, atau bahkan korban. Di tengah kondisi ekonomi yang menantang dan meningkatnya kebutuhan hiburan murah, banyak masyarakat memilih mal sebagai tempat rekreasi gratis.
Beberapa alasan mengapa tren ini semakin meluas:
Mal sebagai ruang publik modern: Nyaman, dingin, aman, dan penuh hiburan visual.
Budaya konten: Banyak orang datang ke mal hanya untuk membuat konten media sosial.
FOMO dan lifestyle: Nongkrong di tempat estetik dianggap gaya hidup meski tidak berbelanja.
Tekanan ekonomi: Banyak orang ingin jalan-jalan tapi tetap hemat.
Respons Pengusaha dan Strategi Menghadapi Rojali-Rohana
Fenomena Rojali dan Rohana ternyata mendapat perhatian dari pengelola pusat perbelanjaan. Beberapa mal mulai menerapkan strategi agar pengunjung “jalan-jalan” ini tetap memberikan nilai ekonomi, misalnya:
Booth foto atau mini studio berbayar.
Promo berbasis bukti belanja (cashback atau lucky draw).
Event interaktif seperti game, live music, atau meet & greet yang terhubung ke tenant.
Pengumpulan data pengunjung via QR code atau Wi-Fi login untuk mengukur aktivitas non-belanja.
Cerminan Gaya Hidup dan Tantangan Sosial
Rojali dan Rohana bukan sekadar istilah lucu-lucuan. Istilah ini mencerminkan bagaimana masyarakat modern berinteraksi dengan ruang publik dan konsumsi. Di satu sisi, ini adalah bentuk adaptasi terhadap keterbatasan ekonomi. Di sisi lain, menjadi tantangan serius bagi dunia ritel untuk tetap relevan di tengah perubahan gaya hidup.
Sebagian netizen menganggap istilah ini sebagai satire yang menyentil gaya “nongkrong tapi irit”, namun banyak juga yang melihatnya sebagai ekspresi dari kebutuhan sosial dan eksistensial generasi muda saat ini. (Antara)