Ternyata Ini Reaksi Otak Anak Saat Dimarahi

Anak Suka Membantah? Ini Cara Menghadapinya Tanpa Marah
Sumber :

Tangerang – Ternyata ada beberapa proses biologis terjadi dalam otak anak saat mereka dimarahi. Hal itu berpengaruh jangka panjang terhadap kesehatan mental dan kemampuan belajar.

Reaksi pertama yang terjadi setelah anak dimarahi adalah lonjakan hormon. Yaitu hormon kortisol yang berhubungan dengan stres. Apabila kadar kortisol tinggi, secara berkelanjutan dapat mengganggu perkembangan otak terutama di area berkaitan dengan pembelajaran dan regulasi emosi.

Selain itu, korteks prefrontal, bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan dan pengendalian impuls, juga terpengaruh. Hal ini membuat anak sulit berpikir jernih dan mengendalikan emosinya.

Merangkum dari berbagai sumber, penelitian menunjukkan bahwa anak yang sering dimarahi dapat mengalami hambatan dalam perkembangan otak. Terutama di area yang memproses suara dan bahasa, ukuran area otak ini bisa lebih kecil dibandingkan rata-rata anak seusianya. Dampak ini dapat memengaruhi kemampuan bicara, pemahaman bahasa, dan kemampuan belajar anak.

Ketika anak dimarahi, pelepasan hormon kortisol terjadi secara signifikan. Hormon ini berfungsi sebagai respons tubuh terhadap stres. Jika anak mengalami lonjakan kortisol secara terus-menerus, maka dapat mengganggu perkembangan otak mereka. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah:

1. Gangguan Korteks Prefrontal

Stres yang dihasilkan dari kemarahan orang tua dapat mengurangi aktivitas korteks prefrontal, membuat anak kesulitan dalam mengambil keputusan dan berpikir rasional.

2. Masalah Memori dan Konsentrasi

Stres kronis akibat sering dimarahi dapat mengganggu konsentrasi dan kemampuan mengingat, yang berdampak pada prestasi akademik anak.

3. Gangguan Emosi dan Mental

Anak yang sering dimarahi lebih berisiko mengalami gangguan emosi seperti kecemasan dan depresi.

Jadi cara yang lebih baik menegur anak adalah dengan berkomunikasi secara efektif. Memberikan penjelasan yang jelas dan tenang, serta menunjukkan kasih sayang dan dukungan, dapat membantu anak memahami kesalahan mereka tanpa merasa tertekan. Orang tua perlu mengelola emosi mereka sendiri dan mencari cara yang lebih konstruktif untuk mendisiplinkan anak.