Warga Palestina Sebut Usulan Perdamaian Trump Hanya Jebakan
- VIVA
VIVA Tangerang – Hamas dikabarkan telah menerima draft usulan perdamaian Gaza yang diajukan Amerika Serikat melalui mediator Qatar dan Mesir dalam pertemuan di Doha. Menurut seorang sumber internal, kelompok perlawanan Palestina tersebut kini tengah mempelajari isi proposal itu “dengan niat tulus” sebelum memberikan tanggapan resmi.
Usulan tersebut diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Senin (30/9). Trump menyampaikan 20 poin rencana perdamaian Gaza, yang mencakup gencatan senjata segera serta pembebasan seluruh sandera Israel dalam waktu 72 jam jika Hamas setuju.
Rencana itu juga mencakup demiliterisasi Jalur Gaza, pembentukan komite transisi berisi teknokrat Palestina dan pakar internasional, serta pembentukan dewan pengawas yang dipimpin langsung oleh Trump. Hamas sendiri dikecualikan dari struktur pemerintahan tersebut. Netanyahu mendukung penuh inisiatif ini, menyebutnya sejalan dengan tujuan Israel untuk memulangkan sandera, melucuti kekuatan militer Hamas, dan memastikan Gaza bebas militer.
Namun, di sisi lain, keraguan warga Palestina tetap tinggi. Sejumlah pengungsi menilai rencana tersebut hanya menguntungkan Israel tanpa memperhatikan kebutuhan rakyat Gaza. Alaa Al-Ashqar, pengungsi asal Gaza, menegaskan bahwa usulan itu tidak menyentuh isu utama seperti pemulangan pengungsi, rekonstruksi rumah, maupun nasib tahanan Palestina. Ia menilai rencana Trump hanya berorientasi pada kepentingan politik pribadi dan Israel.
Kritik serupa datang dari Ahmed Matar, seorang pengacara yang kini mengungsi di Deir al-Balah. Ia menyebut rencana Trump sebagai bentuk “penyerahan diri, bukan perdamaian.” Menurutnya, gencatan senjata sejati harus diikuti dengan pembukaan perbatasan dan penghentian serangan udara.
Sementara itu, Zakaria Obaid, warga Khan Younis, mengungkapkan rasa pesimis. Menurutnya, Trump gagal menekan Netanyahu agar menghentikan perang. Ia menegaskan bahwa janji politik tidak berarti apa-apa jika situasi nyata di Gaza tetap penuh penderitaan dengan lebih dari 1,9 juta pengungsi, kelangkaan pangan, air, listrik, serta obat-obatan.
Konflik Gaza ini bermula setelah serangan mendadak Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang menurut otoritas Israel. Sejak itu, operasi militer Israel menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza.