Jangan Tunda Konsultasi, Gangguan Bipolar dan Skizofrenia Tak Bisa Diabaikan!
- VIVA.co.id/Linda Hasibuan
Tangerang – Masyarakat dihimbau untuk tidak menunda konsultasi dan terapi jika menyadari adanya Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia, baik pada diri sendiri, keluarga maupun
lingkungan sekitar.
GB dan Skizofrenia memerlukan penanganan medis secara tepat dan cepat, untuk mencegah perburukan penyakit pada pasien. Konsultasi dan terapi sebaiknya segera dilakukan pada
spesialis kedokteran jiwa (psikiatri).
Penatalaksanaan Skizofrenia dan GB sebaiknya bersifat komprehensif. Yang paling utama yaitu memperbaiki kekacauan kimia otak melalui pengobatan, serta melibatkan orang terdekat dari penderita untuk mendukung penderita berobat dengan baik dan teratur.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu melibatkan pemerintah dalam penyediaan skema pengobatan termasuk pembiayaanya agar bersifat berkesinambungan.
Selain itu juga dalam penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kapasitas penderita. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Dokter Ashwin Kandouw, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa menyatakan bahwa Skizofrenia merupakan gangguan mental berat, bersifat kronis dan mempengaruhi pikiran perasaan dan perilaku penderita.
Gangguan pikiran pada penderita bisa berupa kekacauan proses pikir yang terlihat melalui cara bicara yang kacau, bisa juga terganggunya isi pikir yang tampak sebagai waham yaitu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, tetapi diyakini oleh penderita.
Gangguan perasaan bisa berupa penumpulan emosi atau bahkan mood yang kacau. Gangguan perilaku biasanya berupa perilaku yang kacau, bahkan bisa agresif.
"Sering juga ada gangguan persepsi panca indera berupa halusinasi, yaitu adanya persepsi panca indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, rabaan) tanpa ada sumber rangsangnya,” ungkap dokter Ashwin Kandouw.
"Sedangkan GB merupakan gangguan mood atau suasana perasaan. “Bi” artinya dua dan “polar” artinya kutub. Jadi penderita bipolar akan mengalami mood yang berubah-ubah secara ekstrim dari kutub manik ke kutub depresi dan juga sebaliknya," lanjutnya.
Beberapa gejala yang muncul pada fase manik seperti rasa gembira dan rasa percaya diri yang berlebihan, banyak sekali ide yang datang secara bersamaan, merasakan peningkatan tenaga dan semangat yang berlebihan.
Selain itu ada juga gejala dorongan bicara dan dorongan belanja yang berlebihan dan sulit dikendalikan, menjadi sangat impulsif, cenderung menjadi sembrono, nekat dan menyerempet bahaya, peningkatan nafsu makan dan libido yang di atas kebiasaannya.
"Sedangkan pada fase depresi, gejalanya berupa rasa sedih yang berlebihan dan sulit dikendalikan, kehilangan kesenangan dari hobby yang biasanya menyenangkan, terjadinya penurunan tenaga dan konsentrasi, perubahan nafsu makan, gangguan tidur, menurunnya keinginan sosialisasi dan kepercayaan diri, kesulitan mengambil keputusan, kecenderungan melukai diri sendiri bahkan ingin mengakhiri hidup," jelas dokter Ashwin.
“Walaupun gangguan Skizofrenia dan GB merupakan dua gangguan yang berbeda tapi ada juga beberapa kesamaannya,” lanjutnya.
"Yaitu, sama-sama terjadi gangguan keseimbangan kimia otak, bersifat kronis artinya perjalanan penyakitnya lama, bersifat kambuhan, artinya ada saat gejala bisa berkurang tapi juga ada saatnya bisa kambuh lagi," terang dokter Ashwin.
Kedua gangguan itu juga mengganggu fungsi dan produktivitas penderita, menyebabkan penderitaan baik bagi penderita maupun keluarga penderita dan juga orang-orang di sekitar penderita.
Semakin cepat penderita mendapatkan pertolongan medis yang tepat maka hasil pengobatannya juga akan jauh lebih baik. Sebaliknya, semakin lambat penderita mendapat pertolongan medis maka peluang untuk pulihpun semakin berkurang.
Semakin sering terjadi kekambuhan maka hasil pengobatannya juga cenderung akan kurang baik bila dibandingkan dengan penderita yang jarang kambuh.
Perlu diperhatikan bahwa pada setiap kekambuhan juga akan terjadi kerusakan sel otak yang tidak bisa diperbaiki lagi.
Artinya semakin jarang kambuh semakin banyak sel otak yang terselamatkan. Dan semakin sering kambuh, semakin banyak sel otak yang mengalami kerusakan.
Perlu diketahui bahwa sel otak yang sudah rusak cenderung tidak bisa pulih lagi.
"Dengan memahami hal-hal tersebut maka akan sangat penting untuk seorang penderita Skizofrenia maupun GB bisa cepat terdiagnosis dan mendapatkan penanganan medis yang tepat oleh personil medis yang kompeten," tutur dokter Ashwin.
Selain itu, mendapatkan pengobatan terbaik dan termutakhir, menjalani pengobatan dengan teratur agar gejala bisa sebanyak-banyaknya terkendali dan sebisa mungkin tidak mengalami kekambuhan. Baik Skizofrenia dan GB memiliki angka kejadian sebesar 1% dari populasi.
Ada beberapa kendala yang kadang menyulitkan penderita untuk segera bisa mendapatkan pelayanan medis yang tepat sesuai kondisinya, seperti ketidakmengertian dan ketidakpahaman, akses pengobatan yang terbatas dan sulit (baik fasilitas kesehatan maupun keterbatasan ketersediaan obat).
Ilustrasi gangguan Bipolar
- VIVA.co.id/Linda Hasibuan