Ekonomi Kreatif vs Industri Lama, Siapa yang Akan Bertahan 10 Tahun Lagi?

Ilustrasi Bisnis.
Sumber :
  • VIVA

VIVA Tangerang – Dunia bisnis tengah mengalami pergeseran besar. Jika dulu industri konvensional seperti manufaktur, pertambangan, dan perbankan menjadi tulang punggung ekonomi, kini posisi itu perlahan digeser oleh sektor ekonomi kreatif yang lahir dari inovasi, ide, dan teknologi. Perubahan ini tidak sekadar tren sementara, tetapi mencerminkan transformasi mendasar dalam cara manusia bekerja, berkarya, dan menciptakan nilai ekonomi.

Pendidikan Anak Anak Mahal? Begini Cara Menyiasatinya

Ekonomi kreatif tumbuh pesat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Data Badan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa sektor ini terus menyumbang miliaran rupiah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional setiap tahunnya. Industri seperti fashion, kuliner, film, musik, gim, hingga konten digital menjadi penggerak baru roda ekonomi. Hal ini berbeda jauh dengan industri lama yang cenderung bergantung pada sumber daya alam dan struktur kerja yang kaku.

Faktor utama yang membuat ekonomi kreatif begitu kuat adalah kemampuannya beradaptasi dengan perubahan teknologi dan budaya. Contohnya, para kreator konten, desainer, hingga pengembang gim memanfaatkan media digital untuk menjangkau pasar global tanpa batas geografis. Sementara itu, banyak perusahaan konvensional masih berjuang untuk bertransformasi secara digital dan menjaga relevansi di tengah perubahan perilaku konsumen yang serba cepat.

Dana Darurat Tidak Pernah Cukup? Ini Alasannya

Namun, bukan berarti industri lama akan punah sepenuhnya. Mereka yang mampu berinovasi justru bisa menjadi bagian dari ekosistem ekonomi kreatif itu sendiri. Misalnya, sektor manufaktur kini mulai mengadopsi teknologi desain 3D dan otomatisasi berbasis AI untuk mempercepat proses produksi. Perbankan pun tak lagi sekadar mengelola uang, tetapi ikut mengembangkan layanan fintech dan sistem pembayaran digital yang kreatif dan efisien.

Kunci bertahan di masa depan bukan hanya soal teknologi, tapi kemampuan manusia untuk berpikir kreatif, beradaptasi, dan menciptakan solusi baru. Industri lama yang menolak perubahan akan tertinggal, sementara mereka yang membuka diri terhadap kolaborasi lintas sektor justru berpeluang besar bertahan. Dunia usaha kini dituntut untuk lebih lincah dan humanis — bukan sekadar efisien, tapi juga relevan.

Mindset Kaya vs Mindset Miskin: Mana yang Anda Punya?

Sepuluh tahun ke depan akan menjadi masa penentuan. Generasi muda yang kini tumbuh sebagai digital native akan membawa pola pikir baru dalam bisnis. Mereka tidak lagi terpaku pada pekerjaan tetap atau struktur organisasi kaku, melainkan pada kebebasan berkarya dan inovasi tanpa batas. Ekonomi kreatif menjadi simbol masa depan — dunia di mana ide menjadi mata uang utama.

Akhirnya, siapa yang akan bertahan? Jawabannya bukan hanya industri kreatif atau industri lama, melainkan mereka yang mampu berinovasi, beradaptasi, dan berkolaborasi di tengah perubahan zaman. Karena dalam era disrupsi, bukan yang terbesar yang menang, melainkan yang paling cepat berubah.