Fenomena Rojali & Rohana: Mengapa Banyak Orang Hanya Lihat-Lihat tapi Tak Membeli?

Ilustrasi Mall
Sumber :
  • VIVA

<p>Tangerang – Fenomena "rojali" (rombongan jarang beli) dan "rohana" (rombongan hanya nanya) kini makin sering ditemukan di pusat-pusat perbelanjaan. Orang datang berkelompok, bertanya harga, mencoba produk, namun akhirnya tak membeli apa pun. Meskipun sekilas tampak hanya iseng, ternyata perilaku ini punya dasar psikologis dan kultural yang cukup dalam.

Modal Bisnis Rental Kamera atau Peralatan Konten: Peluang Cuan dari Dunia Kreatif

Menurut psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto, perilaku ini berkaitan erat dengan teori hierarki kebutuhan manusia. Dalam pandangannya, seseorang yang datang ke mall tidak selalu berniat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti membeli makanan atau barang penting, tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan sosial dan aktualisasi diri. Artinya, mereka datang untuk bersosialisasi, menyegarkan pikiran, atau sekadar mencari hiburan.

Kasandra menyebutkan bahwa manusia memiliki lima lapisan kebutuhan: fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Seringkali, kunjungan ke tempat belanja dipicu oleh kebutuhan sosial atau keinginan tampil sebagai individu yang punya daya beli, meski kenyataannya tidak demikian.

Modal Bisnis Desain Undangan Digital (e-Invitation): Peluang Cuan dari Kreativitas Digital

Menariknya, beberapa orang melakukan seolah-olah ingin membeli demi menjaga citra diri. Mereka ingin terlihat mampu di mata pramuniaga, teman, atau bahkan diri sendiri. Inilah yang disebut sebagai strategi pertahanan harga diri. Saat seseorang sadar tidak mampu membeli barang yang diinginkan, tetapi tetap ingin tampil “mampu”, ia memilih berpura-pura tertarik atau banyak bertanya sebagai cara menghindari rasa malu atau inferior.

Selain itu, niat membeli juga bisa gagal terwujud karena berbagai alasan, mulai dari persepsi terhadap harga, nilai guna produk, hingga tekanan norma sosial. Banyak konsumen yang akhirnya batal membeli karena merasa produk terlalu mahal atau kurang bermanfaat.

Modal Bisnis Hampers Custom: Peluang Cuan dari Kreativitas dan Personal Sentuhan

Perilaku ini juga terkait erat dengan kebutuhan akan identitas sosial. Mengunjungi toko-toko yang sedang tren atau tempat elite bisa menjadi bentuk afirmasi bahwa seseorang adalah bagian dari kelompok sosial tertentu. Bahkan, hanya dengan masuk toko atau melihat-lihat, banyak orang merasa cukup karena mendapat kepuasan simbolik, apalagi jika bisa mengunggahnya ke media sosial sebagai konten.

Kasandra juga menambahkan bahwa budaya sopan santun khas Indonesia turut berperan. Dalam norma lokal, berpura-pura tertarik pada produk bisa dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap pramuniaga. Ada keinginan untuk menghargai kerja keras penjual, meskipun tak ada niat membeli.

Namun, tidak semua perilaku ini murni karena gengsi atau pencitraan. Window shopping atau survei sebelum membeli adalah bagian dari proses wajar dalam pengambilan keputusan konsumen. Banyak orang butuh waktu dan informasi sebelum akhirnya membeli, dan itu adalah langkah rasional dalam perilaku belanja.

Fenomena “rojali/rohana” bukan sekadar kebiasaan unik masyarakat urban. Ia mencerminkan kompleksitas psikologi manusia, kebutuhan sosial, hingga pengaruh budaya lokal. Jadi, lain kali jika melihat seseorang hanya bertanya-tanya tanpa membeli, bisa jadi mereka sedang memenuhi kebutuhan psikologis yang lebih dalam daripada sekadar berbelanja.