Inggris Desak Militer AS Tahan Diri Terkait Potensi Serangan ke Iran

Kapal Induk Nuklir USS Nimitz
Sumber :

VIVA Tangerang – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali meningkat menyusul munculnya laporan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menyetujui rencana aksi militer terhadap Iran. Merespons perkembangan ini, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyerukan agar semua pihak, khususnya negara-negara besar, menunjukkan sikap menahan diri dan menghindari eskalasi konflik.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara resmi Downing Street pada Kamis (19 Juni 2025) dan dikutip oleh media ternama Inggris, The Telegraph. Dalam keterangannya, pihak Downing Street menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang sedang berkembang, sembari menegaskan bahwa "kondisi saat ini tidak memberikan keuntungan bagi siapa pun".

Inggris Enggan Berkomentar Soal Diego Garcia

Meskipun seruan untuk menahan diri telah ditegaskan, pemerintah Inggris memilih untuk tidak memberikan komentar saat ditanya apakah mereka akan mengizinkan penggunaan pangkalan militer Diego Garcia, yang terletak di wilayah strategis Kepulauan Chagos di Samudra Hindia, oleh militer Amerika Serikat dalam rangka operasi terhadap Iran.

Diego Garcia sendiri selama ini diketahui menjadi salah satu titik penting dalam jaringan militer AS di kawasan Asia dan Timur Tengah. Pangkalan tersebut merupakan fasilitas militer utama yang dapat digunakan untuk peluncuran pesawat tempur, pengisian bahan bakar, serta logistik militer strategis.

Peringatan dari Jaksa Agung Inggris: Bisa Langgar Hukum Internasional

Lebih lanjut, dinamika ini diperparah dengan pernyataan resmi dari Jaksa Agung Inggris yang dirilis pada hari yang sama. Dalam pernyataannya, Jaksa Agung memperingatkan bahwa keterlibatan Inggris dalam operasi militer pimpinan AS terhadap Iran bisa menjadi pelanggaran hukum internasional, khususnya dalam konteks tanpa adanya dasar hukum yang jelas seperti mandat PBB atau kondisi darurat nasional.

Peringatan ini menempatkan Perdana Menteri Starmer dalam posisi diplomatik yang cukup sensitif. Di satu sisi, Inggris merupakan sekutu utama Amerika Serikat, namun di sisi lain, keterlibatan langsung dalam aksi militer tanpa dasar hukum yang kuat berisiko mencederai reputasi dan legitimasi hukum Inggris di mata dunia internasional.

Seruan Internasional untuk Deeskalasi

Seruan Inggris ini sejalan dengan banyak negara lain yang juga menyuarakan pentingnya penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi, bukan kekuatan militer. Iran sendiri telah menanggapi laporan rencana serangan AS dengan memperingatkan bahwa setiap agresi militer akan dibalas dengan keras dan bisa memicu perang skala luas di kawasan Teluk.

Komunitas internasional kini menyoroti dengan tajam langkah-langkah lanjutan yang akan diambil oleh AS dan sekutunya, termasuk Inggris. Sejumlah pengamat menyebut bahwa krisis ini bisa menjadi salah satu titik balik geopolitik di kawasan Timur Tengah jika tidak ditangani dengan bijak dan hati-hati.

Inggris Pilih Jalan Diplomasi di Tengah Ancaman Perang

Dalam situasi global yang penuh ketegangan ini, Inggris menegaskan posisinya untuk tidak terburu-buru mengambil sikap konfrontatif. Dengan menyerukan tindakan yang hati-hati dan berdasarkan hukum internasional, Perdana Menteri Keir Starmer menunjukkan pendekatan diplomatik yang menyeimbangkan hubungan aliansi dengan AS dan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum dan stabilitas global. (Antara)