Pengamat: Iran Menang Strategis dalam Perang 12 Hari Melawan Israel
- VIVA
VIVA Tangerang – Meskipun konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang berlangsung selama 12 hari baru-baru ini menunjukkan agresivitas militer dari kedua pihak, seorang pengamat hubungan internasional menilai bahwa kemenangan strategis justru diraih oleh Iran, bukan Israel.
Hal tersebut disampaikan oleh Dina Sulaeman, pengamat politik internasional sekaligus dosen hubungan internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), dalam webinar bertajuk “Perkembangan Konflik Israel-AS-Iran: Implikasi Global dan Respons Indonesia”, Kamis 3 Juli 2025.
"Israel memang menang di awalnya. Tapi, kalau bicara soal kemenangan strategis, kemenangan ideologis, saya pikir itu Iran yang menang," tegas Dina.
Serangan Israel Tak Perhitungkan Kultur Iran
Dina menjelaskan bahwa serangan Israel yang dimulai pada 13 Juni 2025 merupakan upaya menghilangkan pengaruh dan kekuatan Iran di kawasan, terutama karena Iran secara terbuka mendukung kelompok-kelompok milisi anti-Zionis.
Namun, menurutnya, Israel gagal memahami karakter kultur dan sistem peradaban Iran yang tidak mudah tumbang hanya karena kehilangan tokoh-tokoh penting.
"Ketika ada tokoh yang gugur, Iran tidak menyembunyikannya. Justru diumumkan secara terbuka. Cara ini memobilisasi simpati dan dukungan rakyat," jelas Dina.
Dengan mobilisasi rakyat yang kuat, Iran pun cepat dalam menggantikan tokoh-tokoh yang gugur dan melancarkan serangan balasan dalam waktu singkat. Kebangkitan pasca serangan tersebut, menurut Dina, menjadi bukti ketahanan peradaban Iran yang telah terbentuk selama ribuan tahun.
Kebijakan Luar Negeri Iran: Menolak Hegemoni dan Imperialisme
Lebih jauh, Dina menegaskan bahwa kekuatan Iran dalam konflik ini bukan hanya berasal dari aspek militer atau taktis, tetapi juga dari arah kebijakan luar negeri yang konsisten menolak dominasi asing, terutama hegemoni Amerika Serikat.
“Sejak revolusi 1979, Amerika diposisikan sebagai simbol imperialisme global. Hal ini tercermin dalam konstitusi Iran yang menolak segala bentuk dominasi asing, baik politik, budaya, maupun ekonomi,” paparnya.
Iran, menurut Dina, memegang teguh prinsip kedaulatan nasional dan penolakan terhadap infiltrasi asing, termasuk dalam bidang ekonomi. Dengan latar belakang inilah, Iran dinilai memiliki kekuatan ideologis dan strategis yang menjadi modal utama dalam menghadapi tekanan militer dari Israel dan sekutunya.
Iran Menang dalam Dimensi Non-Militer
Kemenangan strategis Iran yang dimaksud Dina tidak dilihat dari jumlah rudal atau wilayah yang direbut, melainkan dari kemampuan bertahan secara politik, ideologis, dan peradaban. Hal ini menjadi narasi kuat yang membedakan konflik ini dari sekadar aksi militer konvensional.
Dina juga mengutip pernyataan Ali Larijani, tokoh senior Iran, yang menyatakan bahwa meskipun Iran terpukul oleh serangan awal, dukungan rakyat membuat negara itu bangkit dalam waktu singkat.
“Kebangkitan rakyat Iran bukan reaksi instan, melainkan lahir dari akar peradaban yang panjang. Ini yang tak bisa dihancurkan oleh serangan militer,” ujarnya.
Iran Menang di Ranah Strategis dan Ideologis
Konflik selama 12 hari antara Iran dan Israel tak hanya menjadi ajang unjuk kekuatan militer, tetapi juga pertempuran narrative warfare. Dalam konteks ini, Iran dianggap berhasil mempertahankan identitas, solidaritas nasional, dan prinsip-prinsip ideologis yang menjadi fondasi negaranya. (Antara)