Terungkap! Narapidana Kendalikan Prostitusi Online Anak dari Lapas Cipinang
- ANTARA
Tangerang – Direktorat Reserse Siber (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar kasus mengejutkan terkait praktik prostitusi online yang dijalankan dari dalam penjara. Seorang narapidana berinisial AN (40) diduga mengatur dan menjalankan bisnis Open BO anak di bawah umur dari dalam Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur.
Plh Kasubdit I Siber Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap berkat patroli siber timnya yang menemukan akun media sosial X mencurigakan bernama Priti 1185. Akun tersebut aktif mempromosikan jasa Open BO pelajar dengan cara membuat grup online.
Melalui penyelidikan lebih lanjut, polisi menemukan bahwa AN menggunakan ponsel dari dalam lapas untuk menawarkan dua gadis remaja berinisial CG (16) dan AB (16) kepada pelanggan di sebuah hotel kawasan Jakarta Selatan.
“Dari para korban, kami memperoleh informasi bahwa mereka dijual oleh AN, narapidana yang saat ini sedang menjalani hukuman di Lapas Cipinang,” ungkap Rafles dalam konferensi pers.
AN ternyata bukan pelaku baru. Ia sebelumnya telah dihukum atas kasus serupa, yaitu perdagangan anak, dan kini telah menjalani hukuman selama enam dari sembilan tahun vonis yang dijatuhkan.
Selama dikendalikan oleh AN, dua anak korban eksploitasi itu bisa "melayani" pelanggan satu hingga dua kali setiap pekan. Anak-anak tersebut diberi imbalan antara Rp800 ribu hingga Rp1 juta per transaksi, sedangkan AN menawarkan jasa mereka seharga Rp1,5 juta dan membagi hasilnya.
Barang bukti berupa ponsel dan akun media sosial yang digunakan pelaku untuk menawarkan jasa Open BO telah disita sebagai bagian dari penyelidikan.
Penangkapan AN dilakukan pada Selasa malam, 15 Juli 2025, pukul 18.00 WIB di Lapas Cipinang, dengan dukungan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI.
Atas perbuatannya, AN dijerat sejumlah pasal pidana, antara lain:
Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU ITE, dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Pasal 296 KUHP, dengan hukuman 2 hingga 7 tahun penjara.
Pasal 506 KUHP, dengan ancaman maksimal 3 tahun penjara.
Rafles menegaskan bahwa kolaborasi antar lembaga menjadi kunci keberhasilan pengungkapan kasus ini, dan pihaknya akan terus berkomitmen memberantas eksploitasi terhadap anak, termasuk yang dijalankan dari balik jeruji.