Kasus Pelecehan Seksual di Sekolah Swasta Tangsel: Tiga Bulan Berlalu, Pelaku Belum Ditahan, Kinerja Polisi Disorot

Kuasa hukum korban dugaan pelecehan seksual, Abdul Hamim.
Sumber :
  • Yanto

VIVA Tangerang – Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di salah satu sekolah swasta di Tangerang Selatan kembali menjadi sorotan publik. Hingga Kamis, 7 Agustus 2025, penanganan kasus tersebut dinilai berjalan sangat lamban. Hal ini disampaikan langsung oleh kuasa hukum korban, Abdul Hamim, yang menyatakan bahwa proses hukum tak kunjung menunjukkan perkembangan signifikan meskipun laporan telah dibuat sejak tiga bulan lalu.

Menurut Abdul Hamim, ketidaktegasan aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik Polres Tangerang Selatan, menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu kondisi psikologis korban beserta keluarganya.

Polisi Dinilai Lamban, Pelaku Masih Bebas Berkeliaran

Abdul Hamim mengungkapkan bahwa tersangka dalam kasus ini belum ditahan meskipun sudah dipanggil untuk diperiksa. Ia menambahkan bahwa tersangka kerap mangkir dari pemanggilan polisi dengan alasan sedang dalam kondisi sakit, sehingga belum dapat menjalani pemeriksaan lanjutan maupun penahanan.

“Sudah tiga bulan berlalu sejak laporan kami sampaikan, tapi sampai sekarang pelaku belum juga ditahan. Ini sangat berdampak pada korban yang terus merasa tidak aman, apalagi pelaku masih berkeliaran bebas,” kata Hamim dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Muhammadiyah Tangsel.

Ia menilai, alasan sakit yang terus-menerus dikemukakan oleh pihak terlapor tidak seharusnya menjadi penghalang utama bagi aparat untuk menindaklanjuti proses hukum. Apalagi, menurutnya, kasus ini menyangkut perlindungan anak di lingkungan pendidikan, yang seharusnya menjadi prioritas.

Korban Alami Trauma Berat, Terpaksa Pindah Sekolah

Selain mengkritisi lambatnya penanganan kasus, kuasa hukum juga mengungkapkan kondisi psikologis korban yang sangat memprihatinkan. Korban disebut mengalami trauma yang mendalam hingga memilih untuk menutup diri dan menghindari interaksi sosial.

“Kondisi korban sangat memprihatinkan. Dia mengalami tekanan psikologis yang berat hingga tak mampu bersosialisasi seperti anak-anak seusianya. Bahkan, demi proses pemulihan, korban harus pindah sekolah karena lingkungan sebelumnya terlalu banyak mengingatkan pada peristiwa yang menyakitkan,” ujar Hamim.

Trauma yang dirasakan korban bukan hanya berdampak pada aspek psikologis, tapi juga mengganggu proses belajar dan perkembangan sosialnya. Hal ini menjadi bukti bahwa pelecehan seksual terhadap anak tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga menghancurkan masa depan korban.

Harapan Keluarga: Tindakan Tegas dan Keadilan yang Nyata

Pihak keluarga korban pun turut bersuara. Mereka berharap agar pihak kepolisian segera mengambil tindakan tegas, khususnya dengan menahan terduga pelaku, guna memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi korban.

“Ini bukan hanya soal proses hukum yang berlarut-larut, tapi juga soal keadilan dan rasa aman bagi anak kami. Kami mohon agar kepolisian segera bertindak,” ujar salah satu anggota keluarga korban yang enggan disebutkan namanya.

Keluarga juga berharap agar kasus ini menjadi perhatian serius semua pihak, terutama karena melibatkan institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak.

Pihak Kepolisian Belum Berikan Keterangan Resmi

Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Tangerang Selatan, khususnya melalui Kasi Humas AKP Agil Sharil, belum memberikan keterangan resmi terkait penanganan kasus dan status penahanan terhadap terduga pelaku. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, AKP Agil belum memberikan respons.

Perlindungan Anak di Sekolah Jadi Sorotan

Kasus ini kembali membuka luka lama soal lemahnya perlindungan anak di lingkungan sekolah. Banyak pihak menilai, ketika kasus pelecehan seksual tidak ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum, maka akan muncul preseden buruk yang melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan dan penegak hukum.

Abdul Hamim menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa perjuangan ini tidak hanya demi korban, tetapi juga untuk memastikan bahwa lingkungan sekolah benar-benar aman dari ancaman kekerasan seksual, dan bahwa keadilan tidak bisa ditunda atas alasan apa pun.