Dark Side Bisnis: Bagaimana “Good Branding” Bisa Menutupi Praktek Buruk
- VIVA
Tangerang – Dalam dunia bisnis modern, branding menjadi salah satu faktor utama yang menentukan kesuksesan sebuah perusahaan. Branding yang kuat mampu menciptakan citra positif, meningkatkan loyalitas pelanggan, hingga mendongkrak penjualan. Namun, di balik semua itu, ada sisi gelap yang jarang dibicarakan: bagaimana “good branding” sering kali digunakan untuk menutupi praktik buruk sebuah bisnis.
Branding Sebagai “Topeng” Perusahaan
Branding sejatinya adalah bagaimana perusahaan membangun identitas, citra, dan kepercayaan di mata publik. Namun, tak sedikit perusahaan yang memanfaatkannya sebagai “topeng” untuk menutupi realitas pahit di balik layar.
Misalnya, sebuah perusahaan makanan cepat saji mungkin mengusung citra ramah lingkungan dengan kampanye hijau, padahal faktanya masih menggunakan plastik sekali pakai dalam jumlah besar. Begitu juga dengan perusahaan mode yang menjual citra “sustainable fashion”, tetapi tetap memproduksi pakaian di pabrik dengan upah buruh rendah.
Di sinilah branding tidak lagi sekadar strategi pemasaran, melainkan alat manipulasi.
Psikologi di Balik Good Branding
Mengapa branding begitu efektif menutupi praktik buruk? Jawabannya ada pada psikologi konsumen. Manusia cenderung lebih percaya pada kesan pertama dan narasi yang dibentuk secara konsisten. Saat sebuah merek menghadirkan cerita positif, visual menarik, serta nilai-nilai yang relatable, konsumen sering kali mengabaikan fakta di balik layar.