Anak Sering Tantrum? Ternyata Bisa Jadi Tanda Kecerdasan Emosionalnya Tinggi

Anak Suka Membantah? Ini Cara Menghadapinya Tanpa Marah
Sumber :

Tangerang – Banyak orang tua merasa frustrasi saat anak tiba-tiba tantrum di rumah, di mall, bahkan di tempat umum. Tangisan, teriakan, hingga aksi berguling di lantai seringkali dianggap perilaku nakal. Padahal, di balik drama tantrum, tersimpan proses belajar penting bagi perkembangan kecerdasan emosional anak.

7 Kebiasaan Sepele yang Diam-Diam Membentuk Mental Pejuang pada Anak

Tantrum umumnya muncul pada anak usia 1–4 tahun. Ini adalah fase wajar ketika mereka belum mampu mengekspresikan keinginan atau perasaan dengan kata-kata yang tepat. Otak bagian frontal lobe yang berfungsi untuk mengatur emosi pun masih berkembang. Jadi, tantrum adalah cara anak melepaskan frustrasi.

Fakta menarik: Riset menyebutkan bahwa anak yang sering tantrum dan didampingi dengan benar justru lebih mudah memahami emosi diri sendiri dan orang lain di kemudian hari.

Parenting Berbasis Alam: Menanam Pohon Bersama Anak sebagai Warisan Emosional

Tanda Kecerdasan Emosional yang Terlatih

 

Mengenalkan Anak ke Konsep Minimalis: Punya Mainan Sedikit Tapi Bermakna

Manajemen Emosi Anak: Cara Efektif Mengatasi Tantrum

Photo :
  • -

 

Jika orang tua mendampingi fase tantrum dengan sabar, anak akan belajar beberapa hal penting:
- Mengenali perasaan marah, sedih, atau kecewa.
- Mencari cara menenangkan diri.
- Belajar bernegosiasi (misalnya jika tantrum dipicu permintaan).
- Membangun kepercayaan pada orang tua sebagai tempat aman berbagi emosi.

 

Dengan kata lain, tantrum adalah proses belajar ‘mengatur rem’ emosi di otak. Jika dimarahi atau diminta diam secara paksa, anak bisa tumbuh jadi pribadi yang memendam perasaan atau meledak di kemudian hari.

Cara Bijak Menghadapi Anak Tantrum

Berikut beberapa langkah menghadapi anak tantrum agar fase ini membangun kecerdasan emosionalnya:

1. Tetap Tenang
Anak adalah cermin emosi orang tua. Semakin panik orang tua, anak makin sulit tenang. Tarik napas dalam dan fokus pada anak.

2. Validasi Perasaan Anak
Alih-alih berkata “Jangan nangis!”, katakan “Mama tahu kamu sedih karena mainannya rusak. Kamu boleh sedih.” Kalimat ini membuat anak merasa didengar.

3. Peluk Jika Anak Mau
Sentuhan lembut seperti pelukan bisa menurunkan hormon stres anak. Namun jika anak menolak disentuh, berikan ruang sambil tetap mengawasi.

4. Alihkan dengan Perlahan
Setelah emosi mereda, tawarkan aktivitas lain. Jangan memberi hadiah agar tantrum tidak menjadi senjata.

 

5. Bicarakan Setelah Tenang
Gunakan momen evaluasi. Contoh: “Tadi kamu marah banget ya? Lain kali kalau mau marah, coba bilang ke Mama, ya.”

Kapan Harus Waspada?

 

Tantrum umumnya akan berkurang seiring bertambahnya usia. Namun, orang tua sebaiknya berkonsultasi dengan psikolog jika:
- Tantrum disertai perilaku menyakiti diri atau orang lain secara ekstrem.
- Durasi tantrum sangat lama (lebih dari 15–30 menit) hampir setiap hari.
- Anak belum bisa tenang meski sudah didampingi berulang kali.

Tantrum bukan tanda anak nakal, melainkan bukti otak dan emosinya sedang belajar ‘bekerja sama’. Dengan pendampingan penuh empati, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih peka, berani mengekspresikan perasaan, dan mampu mengendalikan diri.

 

Ingat, orang tua bukan hanya mendidik anak patuh, tetapi juga membantu mereka memahami dan mencintai diri sendiri.