Eropa Bakal Hadapi Gelombang Panas Lebih Awal dan Lebih Ekstrem Akibat Perubahan Iklim

Ilustrasi Cuasa Panas
Sumber :
  • VIVA

VIVA Tangerang – Kawasan Eropa menghadapi gelombang panas yang datang lebih awal dan lebih kuat dari biasanya, menurut laporan terbaru dari Copernicus Climate Change Service (C3S) yang didanai Uni Eropa. Fenomena ini menandakan tren pemanasan global yang semakin mengkhawatirkan, serta risiko cuaca ekstrem yang terus meningkat.

Juni 2025: Bulan Terpanas dalam Sejarah Eropa Barat

Serangan Terbaru Israel Tewaskan 26 Warga Palestina, Termasuk Anak-anak dan Dokter di Kamp Pengungsian Gaza

Dalam buletin iklim bulanan yang dirilis pada Rabu (9/7), C3S mencatat bahwa bulan Juni 2025 merupakan bulan Juni terpanas di Eropa Barat sepanjang sejarah pencatatan. Suhu rata-rata mencapai 20,49°C, atau 2,81°C lebih tinggi dibanding rata-rata pada periode 1991–2020.

Dua gelombang panas yang melanda kawasan barat dan selatan Eropa, termasuk Spanyol, Prancis, Italia, Jerman, Inggris, dan negara-negara lainnya, menjadi pemicu utama lonjakan suhu tersebut.

'Genosida di Gaza Termasuk yang Paling Kejam dalam Sejarah Modern'

"Biasanya gelombang panas seperti ini terjadi pada pertengahan Juli atau Agustus. Tapi sekarang muncul jauh lebih awal, sejalan dengan tren pemanasan jangka panjang," ujar Julien Nicolas, ilmuwan senior C3S.

Faktor Pemicu: Kubah Panas dan Gelombang Panas Laut

Nicolas menjelaskan bahwa sistem tekanan tinggi yang menetap—dikenal sebagai “kubah panas”—telah menjebak udara panas di bawah langit cerah dan kondisi kering, memperparah suhu permukaan.

Menag: Arab Saudi Penuhi Seluruh Permintaan Presiden Prabowo dalam Pertemuan dengan Pangeran MBS

Tak hanya itu, gelombang panas laut di Laut Mediterania barat juga menambah intensitas panas. Suhu permukaan laut tercatat mencapai 27°C pada 30 Juni, dengan anomali harian sebesar 3,7°C, tertinggi dalam sejarah pencatatan untuk bulan apa pun.

“Laut Mediterania merupakan titik panas perubahan iklim. Tahun ini, anomali suhu muncul lebih cepat dan lebih terkonsentrasi, memperburuk dampak gelombang panas, terutama pada malam hari,” tambah Nicolas.

Fenomena ini juga menyebabkan lebih banyak “malam tropis”, yaitu malam ketika suhu tidak turun di bawah 20°C, memperbesar risiko kesehatan bagi masyarakat.

Dampak Global: Perubahan Jet Stream dan Amplifikasi Arktik

Ilmuwan C3S juga menyoroti fenomena amplifikasi Arktik, di mana berkurangnya salju dan es di wilayah kutub mempercepat pemanasan global. Hal ini turut mengubah pola atmosfer, termasuk arus jet stream yang menjadi lebih berkelok-kelok dan bisa menyebabkan cuaca ekstrem berkepanjangan.

Prediksi Musim Panas 2025: Lebih Panas dan Lebih Kering

C3S memperkirakan bahwa musim panas 2025 akan berlangsung lebih panas dan lebih kering dari biasanya, terutama di wilayah Eropa timur dan tenggara. Peluang terjadinya gelombang panas tambahan juga sangat tinggi.

“Aksi iklim kini lebih mendesak dari sebelumnya,” tegas Nicolas. “Kita harus segera mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi menghadapi dunia yang semakin panas.”

Laporan terbaru dari C3S memperjelas bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, tapi sudah terjadi saat ini. Gelombang panas yang datang lebih awal dan lebih ekstrem di Eropa menjadi alarm serius bagi dunia untuk mengambil langkah nyata dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. (Antara)