Publik Khawatir Efek Buruk Efisiensi Anggaran, Ini Kata Luhut Binsar Pandjaitan
- VIVA
VIVA Tangerang – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan penjelasan terkait kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah, yang sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan publik. Luhut dengan percaya diri meyakinkan bahwa dampak dari kebijakan efisiensi ini tidak akan seburuk yang banyak orang bayangkan.
"Memang ada sedikit isu mengenai efisiensi yang mungkin memengaruhi beberapa sektor, tapi itu hal yang wajar. Kami sudah melakukan perbaikan secara bertahap, dan saya rasa tidak akan terjadi seperti yang banyak dikhawatirkan," ujar Luhut seperti dikutip dari Antara, Kamis 20 Februari 2025.
Luhut pun menyatakan optimisme terkait keberhasilan pelaksanaan efisiensi anggaran yang menjadi target utama Presiden Prabowo Subianto. Meskipun dalam implementasinya masih terdapat tantangan pada beberapa program, salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG), ia tetap yakin bahwa masalah tersebut dapat diselesaikan. Terlebih, program ini baru pertama kali dilaksanakan dengan target yang relatif dipercepat.
"Salah satu langkah penting adalah melakukan audit dan menetapkan tolok ukur yang jelas agar proses implementasi program dapat diawasi dengan baik," lanjutnya. Luhut menekankan pentingnya disiplin fiskal dalam menjalankan seluruh program yang digagas oleh Presiden Prabowo, dan ia yakin semua akan berjalan sesuai rencana tanpa hambatan yang berarti.
Sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas fiskal dan meningkatkan pelayanan publik, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Pembagian anggaran tersebut terdiri atas Rp256,1 triliun yang dialokasikan untuk kementerian dan lembaga (K/L), serta Rp50,59 triliun untuk transfer ke daerah.
Dalam surat yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang tercantum dalam S-37/MK.02/2025, dijelaskan bahwa efisiensi tersebut meliputi belanja operasional dan non-operasional, namun tidak termasuk dalam belanja pegawai dan bantuan sosial. Meski demikian, kebijakan ini menuai berbagai permasalahan, seperti isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga honorer di kementerian/lembaga, serta adanya kekhawatiran mengenai kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri akibat penyesuaian anggaran.
Ilustrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
- VIVA
Sri Mulyani, dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (14/2), menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran di perguruan tinggi negeri tidak boleh menyebabkan peningkatan biaya UKT. Ia menjelaskan bahwa efisiensi anggaran di PTN hanya akan berlaku pada anggaran yang digunakan untuk sektor Meeting, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE), sehingga tidak akan berdampak langsung pada biaya kuliah mahasiswa.
Terkait isu PHK tenaga honorer di kementerian/lembaga, Sri Mulyani memberikan klarifikasi lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa tidak ada pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga honorer di lingkungan kementerian/lembaga. "Pemerintah memastikan bahwa langkah-langkah efisiensi anggaran di kementerian/lembaga tidak akan berdampak pada tenaga honorer," kata Sri Mulyani, menenangkan masyarakat yang khawatir akan hilangnya lapangan pekerjaan bagi tenaga honorer.
Dengan berbagai klarifikasi tersebut, pemerintah berupaya untuk memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak mengorbankan kesejahteraan tenaga kerja, baik honorer maupun sektor lainnya, serta tetap memperhatikan aspek keadilan sosial di tengah upaya menjaga stabilitas fiskal negara.