Menolak Rumah Mungil? Menteri PKP Siap Batalkan Subsidi Hunian 14 m² Jika Warga Keberatan
VIVA Tangerang – Gagasan pembangunan rumah subsidi dengan luas bangunan hanya 14 meter persegi menuai perhatian publik. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan dengan tegas bahwa rencana tersebut akan dibatalkan jika tidak mendapat dukungan dan respons positif dari masyarakat.
"Kalau memang itu tidak mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat, ya saya batalkan. Selesai," tegas Maruarar saat menghadiri sesi pemaparan rencana pembangunan Tower A1 Apartemen Alonia Kemayoran di Jakarta, Sabtu 5 Juli 2025.
Uji Publik: Rumah Super Mini Hanya 14 m² Dipamerkan ke Publik
Pemerintah saat ini tengah melakukan sounding pasar terhadap desain rumah subsidi super mungil tersebut. Model rumah 1 kamar tidur berukuran 14 m² dan berdiri di atas tanah seluas 25 m² telah dipamerkan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Desain tersebut masih bersifat draft dan belum ditetapkan sebagai keputusan resmi.
“Itu masih rancangan awal kami. Kami buka ke publik sebagai bahan pertimbangan. Kami ingin dengar langsung dari rakyat, apakah ini bisa diterima atau tidak,” jelas Maruarar Sirait.
Masyarakat pun diminta untuk memberi masukan. Jika hasil penilaian publik cenderung negatif atau terdapat pelanggaran terhadap regulasi, Kementerian PKP siap mengevaluasi atau bahkan membatalkan rencana tersebut.
“Saya akan koordinasi dengan Dirjen kalau memang nanti ternyata ada aturan yang dilanggar,” imbuhnya.
Tabrak Regulasi? Ada Batasan Luas Rumah Subsidi
Sebagai informasi, dalam aturan yang berlaku saat ini yaitu Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, luas minimum rumah subsidi harus 21 meter persegi untuk bangunan, dan 60 meter persegi untuk tanah. Sementara konsep rumah 14 m² yang tengah diuji coba ini jelas berada di bawah ketentuan tersebut, meskipun disebutkan bahwa ini merupakan bagian dari draft Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, yang belum disahkan.
Konsep ini dirancang sebagai upaya untuk menyediakan hunian murah dengan harga terjangkau di tengah keterbatasan lahan dan meningkatnya kebutuhan perumahan, khususnya di kota besar. Namun, ukuran yang dianggap terlalu kecil memicu diskusi hangat tentang kelayakan dan kenyamanan tinggal di ruang seluas 14 m².
Alternatif Rumah Subsidi Lain Juga Dipamerkan
Selain rumah tipe 14 meter persegi, pemerintah juga memamerkan mock-up rumah subsidi tipe dua kamar tidur dengan luas bangunan 23,5 m² dan tanah seluas 26,3 m² di Plaza Semanggi, Jakarta. Desain ini dinilai sedikit lebih manusiawi dan masih menjadi alternatif dalam skema rumah bersubsidi ke depan.
Target 500 Ribu Unit Rumah Subsidi untuk 2026
Meski menuai perdebatan, Maruarar tetap menegaskan komitmen Kementerian PKP dalam menyediakan rumah layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Bahkan, ia telah mengusulkan pembangunan 500 ribu unit rumah subsidi untuk tahun 2026.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam menjawab backlog perumahan nasional, yang hingga kini masih menjadi tantangan serius. Namun, ia menekankan bahwa inovasi perumahan harus tetap berpihak pada kenyamanan dan kebutuhan masyarakat, bukan sekadar efisiensi biaya dan luas bangunan.
Hunian Terjangkau vs Kelayakan: Masyarakat Harus Bersuaralah
Kontroversi rumah subsidi berukuran mini ini membuka diskusi besar di kalangan masyarakat dan pemerhati tata kota: sampai di titik mana efisiensi lahan dan biaya bisa diterima? Apakah hunian 14 meter persegi masih layak disebut sebagai tempat tinggal? Apakah ini bentuk kreativitas desain, atau justru bentuk pengabaian terhadap kualitas hidup?
Yang pasti, Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan bahwa suara rakyat adalah penentu. Pemerintah akan menampung semua masukan sebelum mengambil keputusan final.
“Ini rumah untuk rakyat, bukan untuk saya. Jadi biarkan rakyat yang menentukan,” pungkasnya. (Antara)