Menghindari Overparenting: Ketika Cinta Orang Tua Justru Menghambat Anak

Bagaimana Menghadapi Anak yang Pemalu dan Sulit Bersosialisasi
Sumber :

VIVA Tangerang – Sebagai orang tua, kita tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Tapi bagaimana jika “terbaik” itu justru membuat mereka tidak berkembang? Inilah yang disebut overparenting—pola asuh di mana orang tua terlalu ikut campur, terlalu melindungi, atau terlalu mengontrol kehidupan anak.

Mengajarkan Anak Mengelola Emosi Sejak Dini: Strategi Sederhana tapi Ampuh

Niatnya baik: ingin anak sukses, bahagia, dan tidak kesulitan. Namun jika berlebihan, overparenting bisa membuat anak tidak percaya diri, mudah cemas, dan tidak siap menghadapi tantangan hidup.


Apa Itu Overparenting?

Overparenting (juga dikenal sebagai helicopter parenting atau lawnmower parenting) terjadi ketika orang tua:


Ciri-Ciri Orang Tua yang Overparenting

  • Selalu ikut campur dalam PR atau tugas anak
  • Memilihkan semua aktivitas, teman, hingga hobi
  • Terlalu protektif terhadap rasa sakit fisik maupun emosional
  • Tidak membiarkan anak mengambil risiko kecil
  • Menghindarkan anak dari semua bentuk kegagalan

Dampak Negatif Overparenting pada Anak

Kurang Percaya Diri
Anak terbiasa bergantung, sehingga ragu mengambil keputusan sendiri.

Rentan Stres dan Cemas
Anak tidak terbiasa menghadapi masalah, lalu mudah panik saat tantangan muncul.

Tidak Mandiri
Anak tidak memiliki keterampilan dasar hidup karena semuanya dilakukan oleh orang tua.

Sulit Membangun Hubungan Sosial
Mereka terbiasa dikontrol, sehingga kesulitan berinteraksi dengan lingkungan secara alami.


Mengapa Overparenting Sering Terjadi?

  • Takut anak gagal atau sakit hati

  • Ingin anak mencapai cita-cita tertentu (ambisi orang tua)

  • Merasa bersalah karena kurang waktu (parenting kompensasi)

  • Terlalu terpengaruh media sosial tentang "anak sempurna"


Cara Menghindari Overparenting

1. Bedakan Antara Membantu dan Mengambil Alih

Dukung anak saat mereka kesulitan, tapi biarkan mereka mencoba dulu. Contoh: bantu saat anak frustasi menyusun puzzle, tapi jangan langsung menyusunnya untuk mereka.

2. Biarkan Anak Mengalami Konsekuensi

Anak lupa membawa PR? Biarkan mereka menjelaskan ke gurunya. Ini bagian dari proses belajar tanggung jawab.

3. Ajarkan Problem Solving, Bukan Memberi Solusi Instan

Tanya balik: "Menurutmu, apa yang bisa kamu lakukan sekarang?" daripada langsung memberi jawaban.

4. Dorong Anak Mengambil Risiko yang Aman

Biarkan mereka mencoba naik sepeda, bermain di luar, atau tampil di depan kelas. Gagal sesekali itu sehat!

5. Komunikasi Terbuka, Bukan Kontrol Penuh

Berbicaralah dengan anak, bukan memerintah. Dengarkan keinginan mereka dan diskusikan bersama.


Penutup

Menjadi orang tua bukan berarti mengontrol setiap aspek kehidupan anak. Justru, cinta sejati pada anak adalah dengan membekali mereka kemampuan untuk mandiri dan menghadapi hidup—bukan melindungi mereka dari setiap tantangan. Saat kita mundur selangkah, kita memberi ruang bagi anak untuk melangkah maju.