Slow Travel: Jalan-Jalan Lama di Satu Kota Tanpa Itinerary Padat
- Freepik
Tangerang – Di era serba cepat, liburan justru sering terasa terburu-buru. Penerbangan demi penerbangan, daftar tempat wisata seabrek, hingga keinginan ‘mengejar semua spot’ sering membuat kita pulang malah kelelahan. Padahal, ada cara lain menikmati perjalanan: slow travel. Konsep ini kini mulai digemari oleh pejalan generasi baru yang lebih mengutamakan pengalaman mendalam daripada sekadar foto-foto.
Apa Itu Slow Travel?
Slow travel adalah gaya bepergian yang berfokus pada kecepatan yang lebih lambat, tinggal lebih lama di satu destinasi, dan menolak itinerary yang terlalu padat. Alih-alih menuntaskan 10 tempat wisata dalam 2 hari, kamu akan diajak ‘hidup’ di kota tersebut, merasakan ritme lokal, berbincang dengan penduduk setempat, hingga benar-benar ‘mengenal’ tempat yang dikunjungi.
Kenapa Banyak Orang Tertarik Mencoba Slow Travel?
Lebih Dekat dengan Warga Lokal: Karena tinggal lebih lama, kamu punya peluang mengenal budaya, tradisi, dan orang-orang sekitar lebih dalam.
Hemat Energi dan Budget: Tidak terburu-buru pindah kota atau negara, biaya transportasi bisa ditekan, begitu juga pengeluaran mendadak karena itinerary berubah.
Momen Liburan yang Lebih Santai: Kamu punya waktu untuk sekadar duduk di kafe pinggir jalan, membaca buku di taman, atau piknik di alun-alun kota — tanpa dikejar jam buka atau jadwal tur.
Mengurangi Jejak Karbon: Dengan pergerakan lebih sedikit, gaya perjalanan ini juga lebih ramah lingkungan.
Tips Memulai Slow Travel
Kalau kamu baru mau mencoba, berikut beberapa tips praktis agar slow travel pertama kamu berjalan mulus:
Tentukan Satu Destinasi Utama: Pilih satu kota atau desa yang benar-benar bikin penasaran. Cari tempat yang punya cukup banyak aktivitas lokal — pasar tradisional, kafe, ruang publik — yang bisa kamu jelajahi perlahan.
Sewa Akomodasi yang Nyaman dan Strategis: Karena akan tinggal lebih lama, pastikan tempatmu mendukung aktivitas santai. Homestay, apartemen, atau hostel jangka panjang bisa jadi pilihan.
Buat Itinerary Fleksibel: Cukup tulis daftar keinginan, bukan jadwal harian. Pergi ke mana pun sesuai mood, cuaca, dan energi.
Nikmati Aktivitas Lokal: Ikut kelas masak, belajar kerajinan tangan, berbincang dengan penjual pasar, atau sekadar nongkrong di warung kopi — semua ini bagian dari slow travel.
Bawa Barang Seperlunya: Packing ringan akan memudahkanmu bergerak santai dan nggak ribet jika ingin pindah penginapan.
Contoh Destinasi yang Cocok untuk Slow Travel
Beberapa kota yang terkenal ramah untuk pelancong slow travel antara lain:
- Kyoto, Jepang: Menjelajahi kuil-kuil tua, jalan kaki di gang tradisional, atau duduk sore di taman bambu.
- Ubud, Bali: Suasana desa, sawah, dan komunitas seni yang kental cocok untuk tinggal lebih lama.
- Yogyakarta, Indonesia: Surga slow traveler dengan kafe-kafe independen, galeri seni, dan obrolan hangat dengan seniman lokal.
- Hoi An, Vietnam: Kota tua yang damai dengan pasar malam dan sungai yang cantik.
Meresapi Perjalanan, Bukan Sekadar Lewat
Slow travel mengajak kita menanggalkan obsesi ‘pergi ke mana-mana’ dan menggantinya dengan ‘berada di mana-mana lebih lama’. Dari sana, kamu belajar bahwa kenangan indah tak selalu datang dari tempat hits yang penuh antrean, tetapi dari detik-detik sederhana: obrolan ringan dengan warga setempat, melihat matahari terbenam tanpa buru-buru, atau menikmati kopi di sudut kota yang tenang.
Kalau kamu lelah pulang liburan malah stres, mungkin sudah waktunya mencoba slow travel. Siap nikmati perjalanan tanpa terburu-buru?