Mahkamah Konstitusi Thailand Copot Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra karena Pelanggaran Etika

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra
Sumber :
  • ANTARA

VIVA TangerangMahkamah Konstitusi Thailand resmi memberhentikan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya setelah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran etika serius. Putusan ini dikeluarkan menyusul bocornya rekaman percakapan telepon antara Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja yang kini menjabat sebagai Ketua Senat, Hun Sen.

Menlu Uni Eropa Desak AS Tinjau Ulang Larangan Visa Delegasi Palestina

Keputusan pengadilan tersebut sekaligus mengakhiri masa jabatan Paetongtarn yang baru berjalan lebih dari setahun. Kasus ini bermula dari petisi yang diajukan oleh 36 senator Thailand, yang menilai bahwa isi percakapan dalam rekaman audio yang dipublikasikan pada 18 Juni 2025 menunjukkan Paetongtarn tidak memenuhi standar etika sebagaimana diatur dalam Konstitusi Thailand.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan dengan suara mayoritas 6 banding 3, menyatakan bahwa tindakan Paetongtarn termasuk dalam kategori "pelanggaran etika berat". Tiga hakim lainnya menilai tindakannya tidak sampai pada level pelanggaran serius.

DK PBB Putuskan UNIFIL Akhiri Misi di Lebanon pada 2026

Dengan putusan ini, Paetongtarn resmi dicopot per 1 Juli 2025, sementara seluruh kabinetnya juga harus mengundurkan diri. Meski demikian, mereka tetap bertugas sebagai pejabat sementara sampai pemerintahan baru terbentuk.

Dalam pernyataan resminya usai sidang di Gedung Pemerintah, Paetongtarn mengaku menghormati keputusan pengadilan meski menolak tuduhan bahwa ia menyalahgunakan kekuasaan. Ia menegaskan percakapan dengan Hun Sen dilakukan demi kepentingan nasional, terutama untuk menjaga keselamatan warga sipil dan militer di tengah meningkatnya ketegangan di perbatasan.

Swedia dan Belanda Desak Uni Eropa Tangguhkan Perdagangan dengan Israel karena Krisis Gaza

Lebih lanjut, Paetongtarn menilai pemberhentian dirinya adalah cerminan dari dinamika politik Thailand yang kerap berubah secara tiba-tiba. Ia pun meminta parlemen berfokus menciptakan stabilitas politik serta menyampaikan rasa terima kasih kepada rakyat Thailand atas kepercayaan yang diberikan selama masa kepemimpinannya.

Di sisi lain, Partai Rakyat, sebagai oposisi utama, menyatakan mendukung pembentukan pemerintahan baru dengan syarat perdana menteri berikutnya wajib membubarkan parlemen dalam waktu empat bulan setelah penyampaian kebijakan pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jalan bagi pelaksanaan pemilu baru.

Halaman Selanjutnya
img_title