Kualitas Udara Jakarta Terburuk Ketiga di Dunia, Warga Diimbau Gunakan Masker
- VIVA
VIVA Tangerang – Ibu Kota Indonesia kembali mencatatkan prestasi yang memprihatinkan dalam daftar kualitas udara dunia. Berdasarkan pemantauan real-time dari situs IQAir, pada Selasa pagi 15 Juli 2025 pukul 05.56 WIB, Jakarta berada di posisi ketiga sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Nilai Air Quality Index (AQI) Jakarta tercatat di angka 164, masuk dalam kategori tidak sehat. Polusi udara ini didominasi oleh partikel halus berukuran PM2.5 dengan konsentrasi mencapai 74 mikrogram per meter kubik — jauh di atas batas aman yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Apa Artinya Angka AQI 164 Bagi Warga Jakarta?
Menurut standar IQAir dan WHO:
-
AQI 0–50: Baik
AQI 51–100: Sedang
-
AQI 101–150: Tidak sehat untuk kelompok sensitif
AQI 151–200: Tidak sehat bagi semua populasi
AQI 201–300: Sangat tidak sehat
AQI 301–500: Berbahaya
Dengan AQI 164, artinya seluruh kelompok masyarakat berisiko mengalami gangguan kesehatan, terutama anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit pernapasan.
Rekomendasi Kesehatan: Hindari Aktivitas Luar Ruangan
IQAir dan pakar kesehatan merekomendasikan beberapa langkah mitigasi bagi warga:
Gunakan masker berkualitas tinggi (N95/KN95) saat keluar rumah
Batasi aktivitas fisik di luar ruangan, terutama olahraga
Tutup jendela dan pintu agar udara kotor tidak masuk ke dalam rumah
Gunakan alat penjernih udara (air purifier) di dalam ruangan
Perbanyak konsumsi air putih dan buah tinggi antioksidan
Kota-Kota dengan Udara Terburuk di Dunia Hari Ini (15 Juli 2025)
Berikut lima kota dengan kualitas udara terburuk menurut IQAir:
Kinshasa, Kongo – AQI 208
Santiago, Chile – AQI 170
Jakarta, Indonesia – AQI 164
Toronto, Kanada – AQI 156
Al-Manamah, Bahrain – AQI 154
Apa Penyebab Buruknya Kualitas Udara Jakarta?
Kondisi udara Jakarta dipengaruhi oleh berbagai faktor:
Emisi kendaraan bermotor yang masih tinggi
Aktivitas industri dan pembakaran terbuka
Kurangnya ruang terbuka hijau
Kondisi cuaca stagnan yang memperburuk konsentrasi polutan
Minimnya kesadaran masyarakat akan dampak pencemaran udara
Pemantauan Terpadu oleh Pemprov DKI Jakarta
Sebagai bentuk respons terhadap krisis udara, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta meluncurkan sistem pemantauan kualitas udara berbasis teknologi. Platform ini didukung oleh 31 titik Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) di berbagai wilayah Jakarta.
Data SPKU tersebut terintegrasi dengan informasi dari:
BMKG
World Resources Institute (WRI) Indonesia
Vital Strategies
dan mitra lingkungan lainnya
Platform ini memungkinkan warga memantau kondisi udara secara real-time melalui situs dan aplikasi, guna mengambil keputusan tepat dalam aktivitas harian.
Langkah Menuju Udara Bersih: Emisi Rendah dan Transportasi Ramah Lingkungan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengembangkan kawasan rendah emisi, termasuk memperluas zona bebas kendaraan bermotor, meningkatkan infrastruktur transportasi umum, dan mendorong penggunaan kendaraan listrik.
Namun, upaya ini masih perlu dukungan masif dari masyarakat dan sektor industri, termasuk perubahan gaya hidup serta partisipasi aktif dalam penghijauan kota. (Antara)