Regulasi Sound Horeg: DPR Dorong Aturan Bukan Larangan, Pemda Diminta Bijak

Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin (ANTARA)
Sumber :
  • ANTARA

Tangerang – Fenomena penggunaan sound horeg—yakni sistem pengeras suara berukuran besar—yang kini marak di berbagai daerah, menuai perhatian publik dan pemerintah. Menyikapi hal ini, Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyampaikan pandangannya bahwa sound horeg tidak perlu dilarang, melainkan diatur secara tepat.

Polisi Tangkap Pelaku Pungli di Jalan Thamrin Jakarta Pusat

Menurut Khozin, pengaturan terhadap sound horeg perlu memperhatikan berbagai sudut pandang, seperti aspek hukum, sosial, hingga nilai-nilai budaya dan filosofi masyarakat. Ia menilai, pelarangan total justru bisa menimbulkan polemik baru karena sound horeg telah menjadi bagian dari aktivitas hiburan dan ekonomi, terutama bagi pelaku UMKM.

"Penggunaan sound horeg tidak bisa serta-merta dilarang. Yang dibutuhkan adalah regulasi yang mengakomodasi semua kepentingan," ujar Khozin di Jakarta, Sabtu.

Pembakaran Sampah Ilegal Kembali Terjadi di Cengkareng, Pemkot Bertindak Cepat

Ia menambahkan, bentuk pengaturan bisa melalui peraturan kepala daerah seperti peraturan gubernur, surat edaran, atau bahkan revisi terhadap peraturan daerah (perda) yang sudah ada, misalnya Perda tentang Ketertiban Umum.

Khozin juga menekankan bahwa aturan tersebut sebaiknya mencakup beberapa poin penting. Di antaranya, lokasi pelaksanaan kegiatan yang berjarak dari permukiman warga, batas tingkat kebisingan (desibel) demi kesehatan pendengaran, tata cara perizinan, serta konten hiburan yang tidak mengandung unsur pornografi.

5 Fakta Terungkap dari Kasus Peredaran Uang Palsu Dolar dan Rupiah di Jakarta Selatan

Menurutnya, pengaturan ini tidak hanya relevan secara sosial tetapi juga secara ekonomi, sebab sound horeg telah menjadi sarana usaha dan hiburan di banyak wilayah. Namun, dampak negatif seperti kebisingan dan keresahan warga harus menjadi perhatian utama.

Ia juga menyinggung soal Fatwa MUI Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2025 yang bisa dijadikan rujukan oleh pemerintah daerah. Fatwa ini telah dikaji dari berbagai sisi, termasuk kesehatan oleh dokter spesialis THT, sehingga layak menjadi acuan dalam merancang regulasi yang berimbang.

Halaman Selanjutnya
img_title