MRT Jakarta Kaji Skema Pembiayaan Swasta untuk Jalur Lebak Bulus–Serpong, Targetkan Minimalkan Ketergantungan APBN
- VIVA
VIVA Tangerang – PT MRT Jakarta (Perseroda) tengah mengkaji potensi pembangunan jalur MRT baru dari Lebak Bulus ke Serpong dengan skema pembiayaan sepenuhnya dari sektor swasta. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi inovatif perusahaan untuk mempercepat ekspansi jaringan transportasi massal tanpa terus bergantung pada anggaran pemerintah pusat maupun daerah.
Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta, Farchad Mahfud, menjelaskan dalam acara MRTJ Fellowship Program 2025 yang berlangsung di Jakarta, Kamis 7 Agustus 2025, bahwa perusahaan telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Sinar Mas Land pada 24 Juli 2025 guna melakukan studi kelayakan awal atas rencana ini.
Tujuan MoU: Studi Kelayakan Pembiayaan Swasta 100%
Kerja sama tersebut difokuskan pada studi untuk menentukan apakah proyek MRT Lebak Bulus–Serpong bisa dibangun dengan pembiayaan murni dari sektor swasta. Jika hasil studi menunjukkan kelayakan yang tinggi, maka proyek ini berpotensi menjadi yang pertama di Indonesia yang dibiayai secara penuh oleh investor swasta di sektor transportasi massal perkotaan.
“Kami menantang diri kami sendiri, apakah mungkin proyek MRT ini bisa dibangun sepenuhnya tanpa dana APBN atau APBD. Jika bisa, tentu akan mempercepat pembangunan dan mengurangi beban fiskal negara,” ujar Farchad Mahfud.
Skema KPBU Juga Jadi Alternatif
Selain opsi swasta murni, PT MRT Jakarta juga membuka peluang menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang telah umum diterapkan dalam proyek infrastruktur nasional. Tujuan dari kedua skema ini adalah untuk menciptakan pembiayaan yang berkelanjutan dan efisien.
Farchad menambahkan, inovasi pembiayaan sangat dibutuhkan mengingat besarnya kebutuhan masyarakat terhadap transportasi publik yang terintegrasi dan berkualitas, sementara kapasitas fiskal pemerintah memiliki keterbatasan.
Strategi Pengembangan: Koordinasi & Asesmen Internal
Untuk merealisasikan proyek MRT Lebak Bulus–Serpong, PT MRT Jakarta mengadopsi dua pendekatan strategis:
Koordinasi aktif dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan dukungan regulasi, perizinan, serta sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pengembangan kawasan transit-oriented development (TOD).
Asesmen internal berdasarkan pengalaman pembangunan MRT Fase 1 dan Fase 2A, guna meningkatkan efisiensi dan mempercepat proses perencanaan hingga konstruksi.
“Kami belajar dari pengalaman sebelumnya agar proyek baru bisa dijalankan lebih cepat dan hemat biaya,” tambah Farchad.
Belajar dari Masa Lalu: Pembiayaan MRT Fase 1 dan 2A
Untuk diketahui, jalur MRT Jakarta Fase 1 (Lebak Bulus–Bundaran HI) dan Fase 2A (Bundaran HI–Kota) saat ini masih menggunakan skema pembiayaan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) melalui sistem three sub-level agreement. Dalam skema ini, pinjaman ditanggung bersama oleh Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat, sementara PT MRT Jakarta hanya berperan sebagai pelaksana proyek.
Plt Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta, Ahmad Pratomo, menyampaikan bahwa meskipun saat ini operasional MRT masih disubsidi pemerintah, perusahaan terus berupaya mengurangi ketergantungan tersebut melalui optimalisasi pendapatan non-tiket, seperti iklan, penyewaan ruang usaha, serta pengembangan properti di kawasan TOD.
“Alhamdulillah, berkat model bisnis yang dijalankan, subsidi dari pemerintah sudah mulai bisa dikurangi secara bertahap,” kata Ahmad.
Masa Depan Transportasi Jakarta: Integratif dan Berkelanjutan
Langkah MRT Jakarta dalam mencari skema pembiayaan alternatif, khususnya dari pihak swasta, mencerminkan komitmen kuat untuk mewujudkan sistem transportasi publik yang berkelanjutan, modern, dan terintegrasi dengan pertumbuhan kawasan metropolitan Jakarta dan sekitarnya.
Rencana pembangunan jalur Lebak Bulus–Serpong sendiri sangat strategis karena menghubungkan wilayah padat penduduk di Tangerang Selatan dengan pusat Jakarta, sekaligus mendukung mobilitas harian masyarakat Jabodetabek yang terus meningkat.
Jika studi kelayakan membuktikan proyek ini feasible secara finansial dan teknis, maka model pembiayaan murni dari sektor swasta bisa menjadi solusi baru dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur urban ke depan. (Antara)