Kurs Rupiah Melemah Jelang Pidato Jerome Powell di Jackson Hole

Ilustrasi uang (freepik.com)
Sumber :
  • Freepik

Tangerang – Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa, 19 Agustus 2025. Pelemahan ini dipicu oleh sentimen global, khususnya antisipasi pasar terhadap pidato Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, yang diperkirakan bernada hawkish terkait kebijakan suku bunga acuan.

Pemprov DKI Jakarta Tangani Kasus 48 Anak Putus Sekolah di Jakarta Barat

Menurut Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, rupiah kemungkinan akan terus tertekan seiring menguatnya dolar AS. "Pasar tengah bersiap menghadapi pernyataan Powell pada sejumlah agenda penting pekan ini, termasuk risalah FOMC dan Simposium Jackson Hole," ujarnya.

Faktor Global yang Membebani Rupiah

Salah satu fokus utama pelaku pasar adalah pertemuan tahunan bank sentral dunia di Jackson Hole, AS, pada 21–23 Agustus 2025. Pidato Powell diyakini akan memberi sinyal arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Selain itu, risalah FOMC Minutes yang dijadwalkan pada Kamis (21/08) juga menjadi sorotan penting.

Adies: Joget Anggota DPR di Sidang Tahunan Terjadi Setelah Acara Inti

Meski berdasarkan data CME FedWatch, peluang The Fed memangkas suku bunga pada September 2025 mencapai 83 persen, sikap hawkish Powell dinilai masih menjadi ancaman jangka pendek bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Di sisi lain, faktor geopolitik juga ikut menambah tekanan. Pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (15/08) gagal menghasilkan kesepakatan gencatan senjata di Ukraina. Bahkan, Trump sempat mengancam sanksi baru terhadap Rusia, termasuk tarif tinggi bagi India dan China yang merupakan pembeli utama minyak Rusia.

Adies: Gaji Anggota DPR RI Tak Naik, Tapi Dapat Tunjangan Rumah Rp50 Juta Per Bulan

Para analis menilai, jika pembatasan ekspor energi Moskow semakin diperketat, risiko kekurangan pasokan energi akan meningkat, khususnya di Eropa dan Asia, yang masih bergantung pada minyak mentah Rusia.

Data Ekonomi Asia dan Domestik

Dari kawasan Asia, ekonomi China menunjukkan perlambatan di hampir seluruh sektor pada Juli 2025. Produksi pabrik, investasi, hingga penjualan ritel meleset dari ekspektasi. Data resmi Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan produksi industri hanya tumbuh 5,7 persen (yoy), terendah sejak November 2025, sekaligus di bawah capaian bulan sebelumnya sebesar 6,8 persen.

Sementara itu, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) pada Juni 2025 sebesar 433,3 miliar dolar AS atau Rp6.976,1 triliun. Angka ini menurun dibandingkan periode Mei 2025 sebesar Rp7.100,28 triliun. Pertumbuhan ULN juga melambat, terutama dipengaruhi kontraksi ULN sektor swasta.

Pada awal perdagangan Selasa (19/08), rupiah dibuka melemah 32,50 poin atau 0,20 persen menjadi Rp16.230 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.198 per dolar AS. Sementara kurs referensi JISDOR BI pada Jumat (15/08) berada di level Rp16.162 per dolar AS.

Secara keseluruhan, pelemahan rupiah saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, mulai dari sinyal kebijakan The Fed, ketidakpastian geopolitik Rusia–Ukraina, hingga perlambatan ekonomi China. Dari sisi domestik, tekanan juga datang dari tren melambatnya pertumbuhan utang luar negeri. Pasar akan terus menanti arah pidato Jerome Powell di Jackson Hole untuk menentukan langkah selanjutnya.