5 Fakta Miris Kasus Pelecehan Seksual di Pesawat Citilink: Pelaku Ternyata Lulusan Kedokteran

Bandara Soekarno Hatta Tangerang.
Sumber :
  • VIVA

VIVA Tangerang – Dunia penerbangan kembali diguncang oleh kasus pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur. Ironisnya, pelaku merupakan seorang profesional lulusan fakultas kedokteran hewan dari universitas ternama. Berikut lima fakta tragis dalam kasus ini yang menyita perhatian publik:

Kasus Pelecehan Seksual di SMK Waskito, DPRD Tangsel Desak Pemkot Ambil Tindakan Tegas

 


 

1. Pelaku Adalah Lulusan Kedokteran Hewan

Orang Tua Siswi di Tangsel Lapor Polisi, Usai Anaknya Diduga Jadi korban Pelecehan seksual

 

Tersangka berinisial IM (50) ternyata merupakan lulusan dari fakultas kedokteran hewan dan bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Identitas pendidikannya menambah keprihatinan publik, karena sosok berpendidikan justru terlibat dalam tindakan asusila terhadap anak.

Kenapa Gen Z Lebih Suka Freelance daripada Kerja Kantoran?

 


 

2. Korban Masih Anak di Bawah Umur

 

Korban dalam kasus ini adalah seorang anak perempuan di bawah umur berinisial MAR. Pelecehan terjadi setelah pesawat Citilink QG 9669 rute Denpasar – Jakarta mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pada Senin malam 14 Juli 2025 sekitar pukul 23.00 WIB.

 


 

3. Pelaku Sempat Berinteraksi dengan Korban di Pesawat

 

Polisi mengungkap bahwa pelaku sempat berkomunikasi dengan korban selama penerbangan. Setelah mendarat, barulah pelecehan terjadi secara sadar, diduga karena pelaku memiliki ketertarikan menyimpang terhadap anak-anak.

 


 

4. Diancam Hukuman Maksimal 15 Tahun Penjara

 

IM dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Saat ini ia sudah ditahan di Rutan Polresta Bandara Soetta, Tangerang.

 


 

5. Korban Alami Trauma Psikologis Berat

 

Pelecehan ini meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Tim Unit Pelayanan Terpadu PPA Kota Tangerang kini memberikan pendampingan psikologis intensif bekerja sama dengan rumah sakit daerah. Proses pemulihan mental korban menjadi prioritas utama. (Antara)