Sumur Air Palestina di Tepi Barat Dirusak Pemukim Israel, Krisis Air Mengancam
- ANTARA
Tangerang – Situasi di Tepi Barat kian memanas. Sejumlah pemukim ilegal Israel dilaporkan kembali melakukan aksi perusakan dengan menghancurkan beberapa sumur air vital di wilayah Palestina. Berdasarkan keterangan Lembaga Air Yerusalem (Jerusalem Water Undertaking), insiden perusakan terjadi pada Minggu malam (13/7) di kawasan Ein Samiya, Ramallah, Tepi Barat.
Sumur yang dihancurkan tersebut diketahui menjadi satu-satunya sumber air bersih bagi puluhan desa Palestina di sekitarnya. Akibat ulah para pemukim bersenjata itu, ribuan warga kini terancam krisis air bersih. Dalam pernyataan resminya, lembaga tersebut mengingatkan bahwa jika aksi serupa tidak segera dihentikan, kawasan timur Ramallah bisa menghadapi krisis air terburuk sepanjang sejarah.
Pasokan Air Terancam Lumpuh
Sejak era 1960-an, enam sumur di Ein Samiya dan Kafr Malik telah menjadi penopang utama pasokan air untuk sebagian besar penduduk Ramallah. Perusakan ini jelas memperburuk kondisi hidup warga Palestina yang selama ini sudah tertekan di bawah pendudukan Israel.
Data terbaru mencatat lebih dari 770.000 pemukim Israel menempati 180 permukiman ilegal dan ratusan pos terlarang di Tepi Barat. Dalam enam bulan pertama 2025 saja, pemerintah Palestina mendokumentasikan lebih dari 2.000 aksi penyerangan yang dilakukan pemukim ilegal, dengan korban jiwa warga sipil Palestina.
Blokade Bantuan untuk Gaza
Tak hanya merusak sumur air, pada hari yang sama kelompok pemukim ekstrem sayap kanan Tzav 9 juga dilaporkan memblokade ratusan truk bantuan kemanusiaan yang hendak menyeberang ke Gaza melalui Jembatan Allenby, penghubung resmi Tepi Barat dengan Yordania.
Dengan membawa spanduk bertuliskan “Tak ada bantuan sebelum sandera dibebaskan”, para pemukim menuntut pembebasan sandera Israel yang masih ditahan Hamas di Gaza. Menurut data otoritas Israel, sekitar 50 sandera masih berada di Gaza, 20 di antaranya diyakini masih hidup.
Sementara itu, lebih dari 10.800 warga Palestina kini mendekam di penjara-penjara Israel. Laporan kelompok HAM menyebut para tahanan kerap mengalami penyiksaan, kelaparan, bahkan penelantaran medis yang berujung kematian.
Genosida dan Perang yang Belum Usai
Hingga kini, agresi Israel ke Jalur Gaza masih terus berlangsung sejak Oktober 2023. Lebih dari 58.000 warga Palestina dilaporkan tewas, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Serangan tanpa henti ini juga membuat Gaza lumpuh, memicu kelangkaan pangan, hingga merebaknya wabah penyakit.
Atas aksi brutal tersebut, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bahkan telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant dengan tuduhan kejahatan perang. Israel pun tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).
Perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas di Doha, Qatar, diharapkan dapat membuka peluang tercapainya gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan. Namun hingga kini, konflik masih terus menelan korban di tengah minimnya akses bantuan.