Beberapa Negara yang Melarang Perayaan Hari Valentine

Ilustrasi Valentine.
Sumber :
  • VIVA

VIVA Tangerang – Hari Valentine, yang dirayakan setiap tanggal 14 Februari, dikenal sebagai hari yang penuh dengan ekspresi cinta dan kasih sayang. Banyak orang di seluruh dunia merayakan hari ini dengan memberikan kartu ucapan, bunga, cokelat, atau bahkan mengungkapkan perasaan mereka kepada orang yang mereka cintai.

Gaza Kian Terkepung: PBB Sebut Krisis Kemanusiaan Terburuk Akibat Serangan Israel

Namun, tidak semua negara mendukung perayaan ini. Beberapa negara malah melarang atau membatasi perayaan Hari Valentine dengan alasan yang beragam, mulai dari alasan agama hingga sosial dan politik. Artikel ini akan mengulas beberapa negara yang melarang atau membatasi perayaan Hari Valentine dan alasan-alasan di balik kebijakan tersebut.

1. Arab Saudi: Larangan Berdasarkan Norma Agama

Arab Saudi adalah salah satu negara yang melarang perayaan Hari Valentine secara tegas. Hal ini berhubungan erat dengan penerapan hukum Islam yang ketat di negara tersebut. Meskipun Hari Valentine telah menjadi tradisi di banyak negara, di Arab Saudi, perayaan ini dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam. Pihak berwenang menganggap bahwa perayaan ini dapat mengarah pada perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama yang diterima di negara tersebut.

Ratusan Mantan Pejabat Badan Intelijen Israel Desak Penghentian Perang di Gaza

Pemerintah Arab Saudi melarang toko-toko menjual hadiah yang berhubungan dengan Hari Valentine, seperti bunga, kartu ucapan, atau cokelat, pada tanggal 14 Februari. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya, pihak berwenang mengadakan operasi penggerebekan di pasar-pasar untuk menindak pedagang yang melanggar larangan ini. Orang-orang yang tertangkap merayakan Hari Valentine atau mengadakan pesta di luar rumah juga dapat dikenakan sanksi hukum. Larangan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menghindari pengaruh budaya Barat yang dianggap bertentangan dengan norma-norma sosial dan agama setempat.

2. Iran: Kebijakan Anti-Barat

Di Iran, perayaan Hari Valentine juga dilarang, dengan alasan yang mirip dengan di Arab Saudi, yaitu pengaruh negatif dari budaya Barat. Iran menerapkan kebijakan yang ketat dalam hal perayaan-perayaan yang dianggap asing atau bertentangan dengan ajaran Islam. Pemerintah Iran menganggap Hari Valentine sebagai simbol budaya Barat yang mendorong hubungan tanpa ikatan resmi, seperti pernikahan, dan memperkenalkan norma-norma yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tradisional Iran.

Qari Cilik Indonesia Juara MTQ Internasional di Qatar, Kemenag Beri Penghargaan Spesial

Sejak beberapa tahun yang lalu, pihak berwenang di Iran telah melarang penjualan produk-produk yang terkait dengan Hari Valentine, seperti bunga, hadiah, atau kartu ucapan. Selain itu, media juga diinstruksikan untuk tidak menyiarkan konten yang berkaitan dengan perayaan ini. Perayaan yang mengarah pada perayaan cinta bebas atau pengungkapan kasih sayang di luar pernikahan dianggap bertentangan dengan hukum syariah yang berlaku di negara tersebut.

3. Pakistan: Larangan atas Nama Moralitas Sosial

Pakistan adalah negara lain yang melarang perayaan Hari Valentine, meskipun kebijakan ini tidak selalu diterapkan dengan ketat di seluruh wilayah negara. Pada tahun 2017, Mahkamah Tinggi Pakistan mengeluarkan sebuah keputusan yang melarang perayaan Hari Valentine di ruang publik, terutama di tempat-tempat umum seperti taman dan jalan-jalan. Mahkamah menilai bahwa perayaan ini mendorong perilaku yang tidak senonoh dan tidak sesuai dengan moralitas sosial masyarakat Pakistan yang mayoritas Muslim.

Pemerintah Pakistan juga melarang stasiun televisi untuk menyiarkan program yang berkaitan dengan perayaan Hari Valentine. Beberapa pejabat di Pakistan berpendapat bahwa merayakan Hari Valentine bertentangan dengan nilai-nilai budaya lokal yang lebih mengutamakan hubungan yang sah dalam ikatan pernikahan. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa perayaan Hari Valentine berpotensi mengikis norma-norma sosial dan moral yang telah lama ada di masyarakat.

4. Indonesia: Pembatasan Berdasarkan Ajaran Islam dan Sosial

Meskipun Indonesia tidak secara tegas melarang perayaan Hari Valentine, beberapa daerah di negara ini, terutama yang lebih konservatif, memiliki kebijakan yang membatasi atau bahkan melarang perayaan tersebut. Salah satu daerah yang menerapkan larangan tersebut adalah Provinsi Aceh, yang menerapkan hukum syariah secara ketat.

Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Aceh mengeluarkan larangan terhadap perayaan Hari Valentine dengan alasan bahwa perayaan ini dapat mengarah pada perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Masyarakat Aceh, yang mayoritas Muslim, diminta untuk tidak merayakan Hari Valentine karena dianggap dapat mendorong perilaku yang dianggap tidak pantas, seperti hubungan pranikah yang tidak sah. Pemerintah daerah juga mengingatkan masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh budaya Barat yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma agama dan sosial yang berlaku di Aceh.

5. Malaysia: Pembatasan dengan Pendekatan Agama dan Sosial

Malaysia, yang juga mayoritas Muslim, memiliki kebijakan yang mirip dengan Indonesia dan Pakistan terkait perayaan Hari Valentine. Pemerintah Malaysia mengeluarkan peringatan untuk tidak merayakan Hari Valentine, terutama di kalangan remaja, karena dianggap dapat mendorong perilaku yang tidak bermoral. Beberapa lembaga keagamaan di Malaysia bahkan mengeluarkan fatwa yang melarang umat Islam untuk merayakan Hari Valentine dengan alasan bahwa perayaan ini lebih berkaitan dengan budaya non-Islam yang bisa mempengaruhi perilaku umat Muslim.

Pada tahun-tahun sebelumnya, Departemen Agama Islam Malaysia melancarkan operasi untuk memantau dan mencegah pasangan yang tidak sah merayakan Hari Valentine. Dalam beberapa kasus, pihak berwenang juga melakukan razia di hotel-hotel dan tempat hiburan yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya pasangan yang merayakan Hari Valentine. Pemerintah Malaysia menganggap bahwa perayaan ini dapat memperburuk moralitas masyarakat, terutama di kalangan generasi muda.

6. Yaman: Larangan atas Nama Nilai Agama dan Sosial

Di Yaman, yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim, perayaan Hari Valentine juga dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Pada tahun 2015, pemerintah Yaman secara resmi mengeluarkan larangan terhadap perayaan Hari Valentine, dengan alasan bahwa perayaan ini bertentangan dengan ajaran agama dan budaya tradisional masyarakat Yaman. Seperti halnya di negara-negara lainnya, pemerintah Yaman melarang penjualan bunga, hadiah, dan kartu ucapan pada tanggal 14 Februari.

Otoritas setempat berpendapat bahwa perayaan ini dapat mendorong perasaan cinta yang berlebihan dan hubungan bebas yang tidak diikat oleh pernikahan sah, yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam dan norma sosial yang ada di negara tersebut. Selain itu, perayaan Hari Valentine dianggap sebagai pengaruh negatif dari budaya Barat yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Yaman yang lebih mengutamakan nilai-nilai keluarga dan kesederhanaan.

Meskipun Hari Valentine dirayakan di banyak negara sebagai simbol cinta dan kasih sayang, beberapa negara memilih untuk melarang atau membatasi perayaan ini karena berbagai alasan, baik agama, budaya, maupun sosial. Negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Pakistan, Indonesia, Malaysia, dan Yaman menganggap bahwa perayaan ini bertentangan dengan nilai-nilai tradisional dan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk mereka. Larangan ini sering kali bertujuan untuk menjaga moralitas masyarakat dan mencegah pengaruh budaya asing yang dianggap merusak tatanan sosial yang telah ada.

Di sisi lain, meskipun perayaan Hari Valentine terlarang di beberapa negara, di banyak negara lainnya, termasuk Indonesia yang tidak melarang secara keseluruhan, masih banyak individu yang memilih untuk merayakannya secara pribadi atau dalam lingkup terbatas. Kebijakan semacam ini menunjukkan bagaimana budaya, agama, dan norma sosial bisa berperan besar dalam membentuk cara sebuah masyarakat merayakan atau bahkan menanggapi perayaan yang dianggap sebagai tradisi asing.