Pejuang Suku Bedouin Mundur dari Sweida Setelah Upaya Gencatan Senjata

Pejuang suku berlindung selama bentrokan di kota Wolgha (ANTARA)
Sumber :
  • ANTARA

Tangerang – Pemerintah Suriah mengumumkan pada Sabtu malam (19/7) bahwa seluruh pejuang dari suku Bedouin telah menarik diri dari Kota Sweida, setelah berlangsungnya negosiasi intensif untuk menegakkan perjanjian gencatan senjata terbaru.

Bencana Banjir dan Longsor di Korea Selatan: 10 Tewas, Ribuan Mengungsi

Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah, Noureddin al-Baba, penarikan itu terjadi setelah pasukan keamanan dikerahkan di wilayah utara dan barat Sweida. “Bentrokan di area pemukiman telah berhenti sepenuhnya,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang disiarkan melalui televisi nasional.

Sebelumnya di hari yang sama, kesepakatan gencatan senjata dalam tiga tahap mulai diberlakukan. Perjanjian ini dimediasi oleh Amerika Serikat, Turki, Yordania, dan sejumlah negara regional lainnya. Gencatan senjata bertujuan menghentikan kekerasan yang telah menewaskan sedikitnya 940 orang sejak 13 Juli.

Dubes AS Kunjungi Taybeh Usai Gereja Diserang Pemukim Ilegal Israel

Meski begitu, hanya beberapa jam setelah kesepakatan berlaku, bentrokan sengit kembali pecah antara kelompok bersenjata Druze dan milisi suku Bedouin. Menurut laporan Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), setelah ditarik keluar dari kota, milisi suku Bedouin masih melancarkan serangan mortir yang mengakibatkan kerusakan dan kemungkinan korban sipil.

Dalam pernyataan yang dirilis Sabtu malam, para pemimpin spiritual komunitas Druze menuduh milisi Bedouin melanggar gencatan senjata dan menyebut aksi mereka sebagai “kejahatan yang mencoreng kemanusiaan.” Mereka menyerukan kepada pihak internasional untuk segera menegakkan perjanjian damai dan menghentikan tindakan represif terhadap warga Sweida.

Turki Kecam Serangan Israel di Suriah, Desak Gencatan Senjata Segera untuk Perdamaian Regional

SOHR juga memperingatkan bahwa Sweida kini berada di ambang bencana kemanusiaan akibat kerusakan infrastruktur, kelangkaan pasokan medis, dan runtuhnya layanan rumah sakit utama di wilayah tersebut.

Hamzah Mustafa, Kepala Informasi Suriah, menjelaskan bahwa perjanjian damai terdiri dari tiga tahap: pertama, pemisahan pasukan melalui pengerahan aparat keamanan; kedua, pembukaan jalur kemanusiaan menuju Provinsi Daraa; dan ketiga, pemulihan institusi pemerintah serta penegakan hukum secara bertahap.

“Setelah berbulan-bulan ketegangan, inilah langkah yang dibutuhkan Sweida untuk pulih dan bersatu kembali,” ujar Mustafa dalam konferensi pers. Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen menjaga keselamatan seluruh rakyat Suriah.

Sementara itu, Kepala Manajemen Darurat Suriah, Raed al-Saleh, menyebutkan bahwa 21 tempat pengungsian telah didirikan di wilayah Daraa, dan 20 lainnya sedang dalam tahap pembangunan. Ia juga menuntut pembebasan pejabat pertahanan sipil, Hamzah al-Amarin, yang sebelumnya diculik agar operasi kemanusiaan bisa kembali berjalan.

Konflik ini bermula dari aksi penyerangan terhadap seorang pemuda Druze oleh milisi suku Bedouin di wilayah pedesaan Sweida. Insiden itu memicu aksi balas dendam berupa penculikan, yang kemudian berkembang menjadi bentrokan skala besar melibatkan kelompok Druze, pasukan pemerintah, dan milisi Bedouin di sepanjang jalan raya Damaskus–Sweida.