Arab Saudi Tegaskan Tak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel Sebelum Negara Palestina Terbentuk

Menlu Pangeran Faisal bin Farhan dan Menlu Prancis Jean-Noel Barrot
Sumber :
  • ANTARA

Tangerang – Arab Saudi menegaskan tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum terbentuknya negara Palestina dan berakhirnya agresi di Jalur Gaza. Pernyataan tegas ini disampaikan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, pada Senin (28/7) dalam konferensi pers di New York.

Palestina Optimis Semakin Diakui Dunia

Sikap tersebut menandai pernyataan paling gamblang dari Riyadh yang mengaitkan normalisasi hubungan dengan Israel dengan kemajuan konkret menuju solusi dua negara.

Pangeran Faisal menyampaikan pernyataan itu usai menghadiri konferensi tingkat tinggi internasional mengenai implementasi solusi dua negara yang digelar bersama oleh Arab Saudi dan Prancis. Dalam kesempatan itu, ia berbicara bersama Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot.

Kanada Siap Akui Negara Palestina pada September 2025, Ini Syaratnya

"Pengakuan terhadap Israel sangat bergantung pada terbentuknya negara Palestina," ujar Faisal ketika menjawab pertanyaan soal kemungkinan Arab Saudi kembali mendukung Abraham Accords—kesepakatan yang sebelumnya menandai normalisasi hubungan antara Israel dan sejumlah negara Arab pada 2020.

Menurutnya, upaya dialog baru bisa dimulai jika terdapat kemajuan nyata menuju pembentukan negara Palestina. Ia menyebut konsensus global yang muncul dalam konferensi tersebut sebagai sinyal positif, namun belum cukup kuat tanpa tindakan konkret.

Inggris Siap Akui Negara Palestina di Sidang Umum PBB

Faisal juga menyoroti kondisi kemanusiaan di Gaza. Ia menyatakan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel tidak akan dibicarakan selama agresi militer dan penderitaan warga Palestina terus berlangsung.

"Tak ada dasar moral atau kredibilitas untuk membahas normalisasi di tengah kematian, penderitaan, dan kehancuran di Gaza," tegasnya.

Ia menambahkan, solusi atas konflik harus dimulai dengan menghentikan perang di Gaza dan mengatasi krisis kemanusiaan. Setelah itu, pembentukan negara Palestina harus menjadi prioritas utama. “Jika itu tercapai, barulah pembicaraan soal normalisasi bisa dilakukan,” pungkasnya.