Skandal Seks Presenter TV Ungkap Sisi Gelap Media Jepang

Ilustrasi Pelecehan.
Sumber :

VIVA Tangerang – Skandal seksual yang melibatkan Masahiro Nakai, seorang pembawa acara terkenal Jepang, dan Fuji Television Network Inc., telah mengungkapkan masalah serius terkait tata kelola dan penyalahgunaan sistemik dalam industri penyiaran Jepang. Kasus ini menyebabkan kekecewaan publik terhadap dunia media, yang sepertinya akan sulit untuk pulih.

Krisis Lahan Pemakaman Umat Muslim di Jepang Karena Keterbatasan Lahan dan Penolakan Masyarakat Lokal

Skandal ini melibatkan Nakai, yang dikenal luas sebagai anggota grup pop SMAP yang kini telah bubar. Kasus tersebut menyebabkan lebih dari 70 perusahaan Jepang menarik iklan dari Fuji TV dan mengakibatkan pengunduran diri dua eksekutif tinggi di perusahaan penyiaran tersebut.

Pada usia 52 tahun, Nakai mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia hiburan awal bulan ini.

6 Pria Ditangkap atas Dugaan Operasikan Prostitusi untuk Wisatawan Asing di Kabukicho Tokyo Jepang

Saat ini, banyak penyiar Jepang yang tengah berjuang menghadapi krisis yang semakin parah akibat tuduhan perilaku tidak pantas dan masalah tata kelola yang mengguncang industri tersebut. Jaringan-jaringan besar seperti Nippon Television Network, Tokyo Broadcasting System Television, TV Asahi, dan TV Tokyo tengah melaksanakan penyelidikan untuk mengetahui apakah insiden serupa juga terjadi di dalam organisasi mereka.

Kontroversi ini bermula dari laporan yang dimuat majalah mingguan pada bulan Desember, yang menuduh bahwa sebuah acara makan yang diselenggarakan oleh seorang karyawan Fuji TV pada Juni 2023 hanya dihadiri oleh Nakai dan seorang wanita yang tidak disebutkan namanya. Acara tersebut berakhir dengan aktivitas seksual tanpa persetujuan dan penyelesaian di luar pengadilan sebesar 90 juta yen (sekitar 577.000 dolar AS).

Miris, Kasus Bunuh Diri Siswa di Jepang Mencapai Rekor Tertinggi

Fuji TV sempat menghadapi kritik keras karena dianggap tidak segera bertindak. Mereka baru merespons setelah perusahaan investasi AS, Dalton Investments LLC, yang merupakan pemegang saham Fuji Media Holdings Inc., induk perusahaan Fuji TV, mengeluarkan surat pada 14 Januari yang mendesak pembentukan komite independen untuk menyelidiki insiden tersebut.

Skandal ini muncul di tengah serangkaian pengungkapan serupa dalam industri hiburan Jepang, termasuk tuduhan pelecehan seksual yang telah berlangsung lama oleh Johnny Kitagawa, pendiri agensi bakat Johnny & Associates, yang membesarkan grup SMAP dan grup-grup lainnya.

Fuji TV menggelar konferensi pers pertama pada 17 Januari untuk membahas skandal Nakai, tetapi pertemuan tersebut mendapat kritik karena membatasi jumlah peserta, melarang perekaman, serta memberikan jawaban yang mengelak.

Meskipun Fuji TV menyatakan bahwa karyawannya tidak terlibat dalam pengaturan acara makan tersebut, terungkap bahwa Presiden Fuji TV saat itu, Koichi Minato, sudah mengetahui tuduhan terhadap Nakai namun tetap mengizinkan Nakai tampil di beberapa program. Minato membela keputusannya untuk tidak mengungkapkan insiden tersebut dengan alasan untuk menjaga pemulihan fisik dan mental wanita yang terlibat serta melindungi privasinya.

Konferensi pers pertama ini justru memperburuk situasi, memicu reaksi cepat dan keras dari para sponsor, termasuk Toyota Motor Corp. yang menarik iklannya dari jaringan tersebut.

Situasi yang semakin memburuk akhirnya membuat Fuji TV mengumumkan pembentukan komite independen untuk menyelidiki insiden ini dan merencanakan konferensi pers kedua. Pada konferensi pers kedua, yang digelar pada hari Senin, diumumkan pengunduran diri Minato dan Ketua Shuji Kano. Namun, meskipun acara tersebut disiarkan selama 10 jam dan dihadiri oleh lebih dari 400 peserta, konferensi tersebut gagal memberikan klarifikasi yang memadai terkait masalah ini.

Selain itu, Fuji TV kesulitan meyakinkan pengiklan yang telah menarik iklan mereka untuk kembali. Seorang pejabat perusahaan telekomunikasi menyatakan bahwa iklan mereka tidak akan kembali hingga laporan dari komite independen selesai dan langkah-langkah pencegahan dapat dikonfirmasi.

Sementara itu, seorang pejabat dari operator restoran yang juga merupakan pengiklan, mengungkapkan keraguannya terhadap reformasi tata kelola di Fuji TV, mengingat "presiden baru adalah pengangkatan internal."

Shukan Bunshun, majalah mingguan yang pertama kali melaporkan insiden tersebut pada Desember lalu, kemudian mengeluarkan koreksi, mengatakan bahwa karyawan Fuji TV tidak mengundang wanita itu untuk makan bersama Nakai. Namun, mereka menegaskan bahwa Fuji TV tetap terlibat dalam insiden tersebut karena wanita itu datang ke acara makan dengan keyakinan bahwa acara tersebut mirip dengan acara lain yang diatur oleh karyawan tersebut.

Penanganan Fuji TV terhadap skandal ini menyoroti adanya budaya tanggung jawab yang lemah dalam perusahaan tersebut. Di tengah kekacauan ini, ada Hisashi Hieda, seorang tokoh bisnis yang memimpin perusahaan selama hampir 30 tahun hingga 2017, namun kini menghadapi kritik keras atas pengaruhnya yang terus berlanjut. Beberapa pihak berpendapat bahwa pengaruh Hieda telah menghalangi reformasi yang berarti di perusahaan.

Arata Oshima, seorang sutradara dokumenter dan mantan karyawan Fuji TV, berpendapat bahwa eksekutif seperti Minato, yang merupakan tokoh ikonik selama masa kejayaan Fuji TV, membawa pola pikir dari era gelembung ekonomi Jepang, yang kini tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku.

Menurut Oshima, Hieda adalah simbol dari kesenjangan ini dan seharusnya bertanggung jawab atas penurunan kinerja perusahaan selama dekade terakhir. Namun, alih-alih melepaskan kekuasaan, Hieda justru tetap bertahan.

Meskipun Hieda absen dari kedua konferensi pers, dia masih memiliki pengaruh besar dalam keputusan-keputusan di Fuji TV, yang membuat para eksekutif lain bingung mengenai langkah yang harus diambil.

Sumber: Mainichi