Gereja Koptik dan Al-Azhar Bersatu untuk Palestina
- Antaranews
VIVA Tangerang – Pemimpin Gereja Ortodoks Koptik Mesir, Paus Tawadros II, mengecam keras serangan militer Israel ke Jalur Gaza yang telah menelan puluhan ribu korban jiwa. Dalam wawancara khusus perayaan Paskah bersama televisi pemerintah Mesir pada akhir pekan lalu, ia menyebut kondisi warga Palestina sebagai bentuk ketidakadilan paling mengerikan di era modern.
“Warga Palestina menghadapi bentuk ketidakadilan yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari mereka, di tengah kehancuran tanah air mereka,” tegas Paus Tawadros.
Penolakan Keras Pemindahan Penduduk Gaza
Reruntuhan bangunan di Jabalia, Jalur Gaza utara, Palestina.
- Arab News
Paus Tawadros juga menegaskan bahwa seluruh institusi di Mesir, termasuk Gereja Ortodoks Koptik, berdiri teguh menolak segala bentuk pemindahan penduduk Gaza, baik secara paksa maupun sukarela.
“Sebagaimana dinyatakan Presiden Abdel Fattah al-Sisi, Mesir tidak akan pernah menjadi bagian dari ketidakadilan ini,” ujarnya.
Gereja Koptik dan Al-Azhar Bersatu untuk Palestina
Menariknya, Paus Tawadros menyoroti sinergi spiritual antara Gereja Koptik dan lembaga Islam tertinggi Mesir, Al-Azhar, dalam menyuarakan keadilan untuk Gaza. Ia menyebut pandangan mereka sejalan dalam menanggapi agresi Israel.
“Kami memiliki pandangan yang sama dengan Imam Besar Al-Azhar, Syekh Ahmed El-Tayeb, bahwa hati nurani dunia harus segera terbangun untuk menyelamatkan saudara-saudara kita di Gaza,” tambahnya.
Penolakan terhadap Rencana Pemindahan dan Inisiatif Rekonstruksi
Penduduk Gaza Palestina antre makanan.
- VIVA
Sebulan sebelumnya, KTT darurat Liga Arab menyetujui rencana rekonstruksi Gaza senilai 53 miliar dolar AS selama lima tahun, yang dipimpin oleh Mesir tanpa melibatkan relokasi penduduk. Namun, rencana ini ditolak oleh Israel dan Amerika Serikat, yang justru mendukung usulan kontroversial pemindahan warga Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania. Rencana ini menuai kecaman luas dari negara-negara Arab dan komunitas internasional.
Krisis Kemanusiaan dan Tuntutan Hukum Internasional
Sejak Oktober 2023, lebih dari 51.200 warga Palestina — mayoritas perempuan dan anak-anak — menjadi korban tewas akibat agresi militer Israel di Gaza. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.
Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakan brutalnya di wilayah tersebut. (Antara)