BPSK DKI Jakarta: Konsumen Bisa Ajukan Komplain Produk Oplosan, Asal Simpan Struk Pembelian
- ANTARA
Tangerang – Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta mengingatkan masyarakat bahwa setiap konsumen memiliki hak untuk mengajukan pengaduan terhadap produk yang dianggap bermasalah, termasuk produk oplosan. Syarat utamanya, konsumen harus memiliki bukti pembelian berupa struk atau bon belanja.
Hal ini disampaikan oleh anggota BPSK DKI Jakarta, Eka Efrianty Putri, dalam acara sosialisasi bertajuk “Produk Oplosan Emang Bikin Boncos: Perlindungan Konsumen dan HAM Terabaikan” yang digelar di Balai Kota Jakarta. Menurut Eka, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen dapat dibuktikan dengan adanya struk pembelian.
Contohnya, dalam kasus beras premium yang belakangan ini menjadi sorotan karena diduga dicampur dengan beras kualitas lebih rendah, konsumen tetap dapat mengajukan keluhan. Produk beras kemasan biasanya sudah mencantumkan label dan nomor layanan konsumen yang bisa dihubungi untuk melapor.
“Langkah awalnya, bisa dimulai dengan menghubungi call center yang tertera pada kemasan. Namun syarat utamanya tetap harus ada bukti bahwa produk tersebut dibeli oleh konsumen, yaitu struk,” jelas Eka.
Tak hanya di supermarket, konsumen juga disarankan untuk meminta bon saat berbelanja di warung atau toko kelontong, meskipun hanya ditulis tangan. Tuliskan detail produk, seperti merek dan jumlahnya. Lebih baik lagi jika struk tersebut difoto dan disimpan secara digital untuk menghindari kerusakan atau kehilangan.
“Walau ditulis manual, tetap sah. Misalnya, lima kilogram beras merek tertentu. Foto saja, simpan di galeri. Sekarang teknologi sudah memudahkan,” tambahnya.
Keberadaan bukti pembelian ini penting untuk menuntut ganti rugi jika produk yang dibeli tidak sesuai standar. Ini termasuk dalam hak konsumen yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Sayangnya, Eka menyayangkan bahwa dalam banyak kasus, proses hukum hanya fokus pada pidana, sementara hak konsumen untuk menuntut ganti rugi sering diabaikan.