Transfer Data Indonesia-AS Harus Patuh UU PDP, DPR Ingatkan Soal Perlindungan WNI

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono (ANTARA)
Sumber :
  • ANTARA

Tangerang – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan data pribadi warga Indonesia dalam kerja sama digital antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, setiap bentuk kerja sama, termasuk kesepakatan transfer data lintas negara, wajib mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Kebakaran Lapak Barang Bekas di Lenteng Agung Tewaskan Satu Orang, Kerugian Capai Rp100 Juta

“Negara kita sudah memiliki payung hukum soal perlindungan data pribadi. Jadi, perjanjian apa pun dengan negara lain, termasuk Amerika Serikat, harus merujuk pada UU tersebut,” ujar Dave dalam keterangannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/7).

Ia menegaskan bahwa UU PDP menjadi acuan utama untuk memastikan pemerintah memiliki standar perlindungan yang ketat terhadap data pribadi warga negara Indonesia (WNI). Karena itu, ia menantikan penjelasan lebih rinci dari pemerintah mengenai aspek teknis dari kesepakatan transfer data tersebut.

Jakarta Targetkan Penanaman Mangrove 1 Kilometer per Tahun untuk Hijaukan Pesisir Utara

“Kami masih menunggu detail teknisnya. Namun, UU PDP adalah dasar utama dalam menentukan langkah ke depan,” tambahnya.

Dave juga menyampaikan bahwa hingga kini pihaknya belum bisa menyimpulkan sejauh mana kewenangan atau ruang lingkup transfer data Indonesia-AS berlaku, termasuk bagaimana kompatibilitasnya dengan aturan-aturan dalam UU PDP.

Transjakarta Buka Rute Blok M–Ancol, Gunakan Bus Listrik dan Terhubung ke JIS

“Semua harus ditelaah sesuai isi undang-undang. Ada pasal-pasal yang memperbolehkan penyimpanan data di luar negeri, selama memenuhi standar tertentu,” ungkapnya.

Penjelasan Pemerintah Mengenai Kesepakatan Data

Menanggapi isu tersebut, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan bahwa kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan AS bukan berarti data pribadi warga Indonesia diserahkan secara bebas. Sebaliknya, kerja sama ini diklaim justru memperkuat dasar hukum pengelolaan data lintas negara secara sah dan aman.

“Kesepakatan ini bisa menjadi landasan legal untuk melindungi data pribadi pengguna Indonesia yang memakai layanan digital dari perusahaan AS, seperti media sosial, mesin pencari, layanan cloud, hingga e-commerce,” ujar Meutya dalam pernyataan tertulisnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menambahkan bahwa transfer data ini hanya terbatas untuk kepentingan perdagangan barang dan jasa tertentu, sesuai perjanjian tarif impor antara kedua negara.

Dalam siaran resmi Gedung Putih, dijelaskan bahwa salah satu poin penting dari kesepakatan tarif impor adalah penghapusan hambatan dalam perdagangan digital, termasuk komitmen Indonesia untuk memberikan kepastian pemindahan data pribadi ke AS.

Disebutkan bahwa Indonesia akan mengakui AS sebagai negara dengan perlindungan data yang memadai menurut hukum Indonesia. Langkah ini diharapkan membuka jalan bagi investasi dan pertukaran digital yang aman dan saling menguntungkan.