Komnas HAM Mengutuk Kekerasan Terhadap Jurnalis, Tegaskan Kebebasan Pers Harus Dilindungi
- VIVA
VIVA Tangerang – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menyuarakan kecaman keras terhadap tindakan kekerasan yang menimpa jurnalis di Indonesia, menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Pernyataan ini disampaikan oleh Koordinator Subkomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam sebuah wawancara dengan ANTARA pada Senin, 7 April 2025.
Menurut Anis, insiden kekerasan terhadap jurnalis merupakan kejadian yang berulang, dan hal ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi. "Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Ini adalah peristiwa yang berulang kali terjadi, dan kami menilai itu adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang harus segera dihentikan," ujar Anis, menekankan pentingnya perlindungan terhadap profesi jurnalis.
Lebih lanjut, Anis mengingatkan bahwa kebebasan pers tidak hanya dijamin oleh konstitusi, tetapi juga oleh undang-undang yang lebih spesifik, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kedua undang-undang tersebut memberikan dasar hukum yang kuat bagi kebebasan pers di Indonesia sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi negara ini. "Kebebasan pers adalah bagian dari hak asasi manusia yang tidak bisa diganggu gugat, dan ini memiliki peran vital dalam menjaga kehidupan demokrasi di Indonesia," tambahnya.
Komnas HAM juga mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan. "Kami mendorong agar semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah, menghormati, menjamin, dan melindungi kebebasan pers dalam menjalankan tugas jurnalistiknya," ujar Anis menegaskan.
Tindak kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia semakin menjadi perhatian, terutama di awal tahun 2025. Salah satu insiden terbaru terjadi pada 5 April 2025, ketika seorang pewarta foto dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Makna Zaezar, menjadi korban kekerasan oleh seorang ajudan Kapolri saat meliput kegiatan di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah. Makna yang tengah meliput kegiatan Kapolri, yang sempat berbincang dengan pemudik difabel dan lansia, menyaksikan ketegangan antara ajudan Kapolri dan anggota Humas Polri. Ketika mencoba menghindari keributan tersebut dengan mengubah posisi, Makna justru menjadi sasaran kekerasan verbal dan fisik dari oknum ajudan tersebut.
Menurut penuturan Makna, oknum ajudan tersebut sebelumnya mengancam dengan mengatakan, "Kalian kalau dari pers, tak (saya) tempeleng satu-satu," sebelum akhirnya melakukan tindakan kekerasan dengan memukul bagian belakang kepala Makna. "Saya kaget dan bertanya, ‘Wah, kenapa, Mas?’ tetapi dia diam dan terus melanjutkan marah-marah," ungkap Makna, mengenang insiden tersebut.
Setelah kejadian tersebut, Ipda E, oknum anggota tim pengamanan protokoler Kapolri yang diduga terlibat dalam insiden kekerasan tersebut, meminta maaf secara resmi kepada Makna Zaezar. Permintaan maaf itu disampaikan dalam sebuah pertemuan yang digelar di Kantor ANTARA Biro Jawa Tengah di Semarang pada Minggu malam, 6 April 2025. "Saya menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media atas kejadian di Stasiun Tawang," ujar Ipda E dalam permohonan maafnya.