Jadi Orang Biasa di Dunia yang Obsesif dengan Prestasi: Salahkah?
- VIVA
Tangerang – Di era media sosial dan budaya hustle, menjadi "biasa" seolah dianggap kurang. Masyarakat modern memuja prestasi, pencapaian besar, dan kecepatan sukses. Judul seperti “30 under 30” atau “CEO di usia 25” seakan menjadi standar keberhasilan hidup. Lalu bagaimana nasib orang-orang yang tidak punya gelar prestisius, tidak viral, dan hidupnya terasa datar?
Apakah salah jika kita memilih untuk hidup biasa saja?
Dunia yang Mengagungkan Pencapaian
Kita hidup dalam dunia yang terus membandingkan. Setiap scroll di media sosial memamerkan pencapaian orang lain—naik jabatan, keliling dunia, punya usaha sukses, hingga konten viral. Tidak jarang, ini menimbulkan perasaan tertinggal dan minder, apalagi bagi mereka yang menjalani hidup secara sederhana.
Padahal, tidak semua orang ditakdirkan untuk jadi bintang. Dan tidak semua pencapaian harus berukuran besar untuk bisa disebut “berarti”.
Arti Sebenarnya dari Jadi "Biasa"
Menjadi orang biasa bukan berarti tidak punya nilai. Justru, dalam kesederhanaan, kita bisa menemukan makna yang lebih jujur dan autentik. Menjadi guru yang dicintai murid, menjadi ibu rumah tangga yang sabar, atau menjadi karyawan yang bisa diandalkan—semua itu juga bentuk pencapaian yang tak kalah mulia.