Cerai Bukan Alasan! Rahasia Orang Tua Tetap Kompak Lewat Co-Parenting
- VIVA
VIVA Tangerang – Tren co-parenting kini semakin banyak dibicarakan sebagai solusi dalam membesarkan anak di tengah situasi perpisahan orang tua. Berbeda dengan pola pengasuhan konvensional, co-parenting menekankan pada kerja sama harmonis antara kedua orang tua meski hubungan pernikahan sudah berakhir. Tujuannya jelas, yaitu memastikan anak tetap tumbuh dengan penuh kasih sayang, stabilitas emosional, serta lingkungan yang sehat tanpa harus terjebak dalam konflik orang dewasa.
Konsep co-parenting menekankan bahwa meski pasangan berpisah, tanggung jawab dalam membesarkan anak tidak boleh terabaikan. Kehadiran ayah dan ibu tetap penting sebagai role model utama. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola co-parenting cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih baik, stabil secara emosional, dan merasa tetap dicintai oleh kedua orang tuanya. Inilah alasan mengapa tren ini semakin banyak dipraktikkan, baik di negara Barat maupun di Indonesia.
Salah satu kunci sukses co-parenting adalah komunikasi yang sehat. Orang tua perlu menyingkirkan ego pribadi, dendam, atau rasa sakit hati, dan menggantinya dengan sikap dewasa demi kepentingan anak. Misalnya, menyepakati jadwal pertemuan anak dengan kedua belah pihak, berbagi tanggung jawab sekolah, serta tetap hadir dalam momen penting anak seperti ulang tahun atau acara sekolah.
Selain itu, transparansi dalam hal keuangan juga menjadi bagian penting. Biaya pendidikan, kesehatan, hingga kebutuhan sehari-hari sebaiknya dibicarakan secara terbuka agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Dengan begitu, anak tidak merasa terbebani oleh konflik orang tua yang seharusnya tidak perlu ia hadapi.
Co-parenting juga memberi manfaat emosional bagi anak. Meski orang tua sudah berpisah, anak tetap bisa merasakan dukungan penuh dari keduanya. Kehangatan dan stabilitas emosional inilah yang membuat mereka lebih resilien dalam menghadapi tantangan hidup. Anak tidak merasa kehilangan salah satu figur penting, melainkan tetap tumbuh dalam suasana penuh perhatian.
Namun, praktik co-parenting tidak selalu mudah. Dibutuhkan kedewasaan emosional dan kesiapan mental dari kedua belah pihak. Perlu adanya batasan jelas agar anak tidak dijadikan alat konflik. Orang tua juga harus menghindari membicarakan hal-hal negatif tentang pasangan di depan anak, karena hal tersebut bisa memengaruhi kesehatan psikologis mereka.
Di era modern, banyak komunitas parenting maupun konselor keluarga yang menyediakan pendampingan untuk membantu orang tua menjalani co-parenting dengan lebih efektif. Kehadiran platform digital juga mempermudah komunikasi, seperti penggunaan kalender bersama atau aplikasi parenting yang membantu mengatur jadwal anak.