Ahli Hukum: Bupati Bisa Diberhentikan Jika Kebijakan Tidak Libatkan Masyarakat
- ANTARA
Tangerang – Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menegaskan bahwa kepala daerah, termasuk bupati, berpotensi diberhentikan apabila membuat kebijakan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Prof. Susi menjelaskan, mekanisme pemberhentian kepala daerah diatur dalam Pasal 78 ayat (2) UU tersebut. Salah satu alasan yang sah, tercantum dalam huruf d, adalah “Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b”. Pasal 67 huruf b sendiri menegaskan bahwa kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, Prof. Susi menyebut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah juga relevan. Dalam Pasal 2 PP tersebut, disebutkan bahwa masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan peraturan daerah maupun kebijakan yang membebani masyarakat, termasuk pajak daerah.
Pernyataan ini muncul seiring aksi unjuk rasa warga Pati, Jawa Tengah, yang menuntut Bupati Sudewo mundur karena dianggap arogan setelah menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Aksi berlangsung di Alun-Alun Kota Pati, Rabu (13/8), dan menarik perhatian publik karena diwarnai kericuhan.
Di sisi lain, DPRD Kabupaten Pati membentuk panitia khusus (pansus) angket yang terdiri dari 15 anggota untuk menelusuri kebijakan Bupati Sudewo. Menurut Prof. Susi, mekanisme pemberhentian kepala daerah akibat dugaan pelanggaran UU dimulai dari pendapat DPRD, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU Pemerintahan Daerah. Putusan DPRD harus melalui rapat paripurna yang dihadiri minimal 3/4 anggota, dan keputusan diambil dengan persetujuan 2/3 anggota hadir.
Setelah DPRD mengajukan pendapat, Mahkamah Agung (MA) akan memeriksa dan memutuskan paling lambat 30 hari, dengan keputusan bersifat final. Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, menyatakan rapat paripurna pada 13 Agustus dihadiri 42 dari 50 anggota DPRD dan seluruh fraksi menyetujui pembentukan pansus angket. Pansus akan mengevaluasi kebijakan Bupati Sudewo terkait penanganan unjuk rasa dan hasilnya akan direkomendasikan ke MA.
Meski mendapat tekanan dari masyarakat, Bupati Sudewo menegaskan tidak akan mengundurkan diri. Ia menekankan posisinya dipilih secara demokratis dan konstitusional. “Tentunya tidak bisa harus berhenti dan mundur dengan tuntutan seperti itu karena semua ada mekanismenya,” ujar Sudewo. Namun, ia tetap menghormati hak DPRD untuk mengajukan angket.