Alissa Wahid Kritik Fadli Zon: Jangan Sangkal Pemerkosaan Mei 1998, Ini Fakta Sejarah!

Kerusuhan 1998
Sumber :
  • DW

VIVA Tangerang – Putri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sekaligus aktivis HAM dan Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, melontarkan kritik keras terhadap pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dianggap menyangkal terjadinya aksi pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.

Pasca-Armuzna dan Cuaca Ekstrem, Jemaah Haji Diminta Kurangi Aktivitas Berat

Alissa menilai pernyataan Fadli sangat berbahaya secara moral dan historis, karena menyangkal luka kolektif bangsa yang telah diakui oleh berbagai lembaga resmi negara.

Alissa: Ketidaktahuan Bukan Alasan untuk Menyangkal Fakta

Dalam siaran pers yang diterima media, Alissa menyayangkan Fadli Zon menyebut tidak mengetahui adanya peristiwa pemerkosaan pada saat tragedi Mei 1998. Ia menegaskan bahwa ketidaktahuan seseorang tidak bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa kejadian itu tidak pernah terjadi.

Fase Kedatangan Jemaah Haji 2025 Berakhir, 203 Ribu Lebih Jemaah Indonesia Siap Jalani Puncak Haji

“Yang Pak Fadli Zon tidak tahu itu tidak sama dengan itu tidak benar. Just because you cannot see, doesn’t mean it doesn’t happen,” tegas Alissa.

Pernyataan ini menyoroti pentingnya literasi sejarah dan empati terhadap korban kekerasan, terutama dalam konteks tragedi nasional.

Fakta Pemerkosaan Mei 1998 Sudah Dikonfirmasi

Jelang Armuzna, Menag Nasaruddin Umar Imbau Jemaah Haji Indonesia Jaga Kesehatan dan Taat Aturan

Alissa mengingatkan bahwa tragedi pemerkosaan terhadap perempuan, terutama dari komunitas Tionghoa, bukan isapan jempol. Pengakuan atas tragedi ini telah tertuang dalam:

  • Rekomendasi resmi Komnas HAM dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF),

  • Dokumen negara dalam daftar 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, yang diumumkan Kemenkopolhukam di era Presiden Jokowi.

“Artinya, ini sudah menjadi informasi yang diverifikasi,” ujarnya.

Kisah Gus Dur Bertemu Korban

Alissa juga membagikan kisah pribadi sang ayah, Gus Dur, yang saat menjabat Presiden RI berusaha melindungi dan membantu para korban kekerasan seksual, termasuk mengupayakan agar mereka bisa mendapat perlindungan di luar negeri.

“Gus Dur dulu bercerita kepada saya, menemui korban-korban perkosaan, membantu mereka pergi ke luar negeri. Ada kok yang dulu sempat ke Ciganjur sebelum akhirnya berangkat ke luar negeri,” ungkapnya.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa peran negara dan pemimpin moral bangsa sudah nyata saat itu, jauh sebelum adanya narasi-narasi yang menyangsikan kebenaran tragedi tersebut.

Alissa: Jangan Ambil Kesimpulan Tanpa Data

Sebagai penutup, Alissa Wahid meminta Fadli Zon untuk tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan, apalagi terkait isu yang sangat sensitif dan menyangkut rasa keadilan korban.

“Perbanyak data, pahami fakta, dan jangan menghapus ingatan sejarah bangsa,” tegasnya.


Mengapa Ini Penting?

Menyangkal kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 bukan hanya menyakiti para korban, tetapi juga mengancam narasi kebenaran sejarah Indonesia. Tragedi ini adalah bagian dari luka kolektif bangsa, dan pengakuan adalah langkah awal menuju rekonsiliasi serta keadilan yang seutuhnya.