Toxic Positivity dalam Parenting: Ketika Terlalu Optimis Justru Merusak Emosi Anak

Ilustrasi Keluarga
Sumber :
  • VIVA

Tangerang – Dalam dunia parenting modern, banyak orang tua berlomba-lomba menjadi pribadi yang positif dan suportif. Sikap ini tentu baik. Namun, ada kalanya optimisme yang berlebihan justru berubah menjadi toxic positivity—sikap yang memaksa anak untuk selalu “bahagia” dan menolak emosi negatif yang sebenarnya alami. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merusak kesehatan mental dan perkembangan emosional anak.

Apa Itu Toxic Positivity?

Kalau Zodiak Jadi Konten Kreator, Siapa yang Cuan dari Podcast, Siapa yang Viral karena Skandal?

Toxic positivity adalah kecenderungan untuk hanya mengakui emosi positif dan menolak, mengecilkan, atau mengabaikan perasaan negatif. Dalam konteks pengasuhan, ini bisa muncul dalam bentuk kalimat seperti, “Udah, jangan sedih terus,” atau “Kamu harus tetap senyum walaupun kalah.” Meski maksudnya untuk menghibur, kalimat semacam ini bisa membuat anak merasa bahwa emosi negatif tidak boleh dirasakan atau diungkapkan.

Dampak Buruk bagi Anak

Anak yang terus-menerus dibanjiri dengan pesan untuk “selalu positif” bisa tumbuh dengan persepsi bahwa menangis, marah, kecewa, atau sedih adalah tanda kelemahan. Mereka mungkin mulai menyembunyikan emosi sebenarnya dari orang tua dan orang lain, karena takut dianggap lemah atau tidak cukup “baik”.

Zodiak dan Gaya Hidup Flexing Terselubung: Pamer Tanpa Terlihat Pamer

Hal ini bisa menyebabkan:

  • Kesulitan mengenali dan mengelola emosi sendiri

  • Morning Routine Palsu vs Realita Zodiak di Instagram Reels

    Stres terpendam yang tak tersalurkan

  • Rasa terasing karena merasa emosi negatifnya tidak valid

  • Kurangnya empati terhadap orang lain yang sedang kesulitan

Halaman Selanjutnya
img_title