Menghapus Semua Akun Media Sosial: Kebebasan atau Kekosongan?
- Freepik
Tangerang – Di era digital saat ini, media sosial sudah seperti bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kita bangun tidur mengecek notifikasi, sebelum tidur pun masih scrolling timeline. Namun, belakangan muncul tren unik: orang-orang mulai menghapus semua akun media sosial mereka. Sebagian merasa bebas, sebagian lagi justru mengalami kekosongan. Lalu, mana yang lebih dominan: kebebasan atau kekosongan?
Alasan Menghapus Media Sosial
Banyak orang menghapus media sosial karena merasa jenuh, stres, atau ingin kembali ke kehidupan yang lebih tenang. Algoritma yang membuat kita terus menerus membandingkan hidup, tekanan untuk selalu eksis, dan ketergantungan pada validasi berupa likes atau komentar sering kali melelahkan secara mental.
Beberapa juga merasa kehilangan identitas diri karena terlalu larut dalam "persona online". Ketika hidup lebih banyak dihabiskan untuk membangun citra digital, seseorang bisa lupa pada siapa dirinya yang sebenarnya.
Efek Positif: Rasa Bebas yang Nyata
Bagi banyak orang, keputusan ini justru membawa efek yang sangat positif. Mereka merasa lebih hadir di dunia nyata. Tanpa distraksi notifikasi dan doomscrolling, waktu yang sebelumnya habis di media sosial bisa dialihkan ke hal-hal produktif: membaca buku, berkebun, menulis, atau hanya menikmati waktu santai tanpa tekanan harus up to date.
Lebih dari itu, mereka yang berhenti dari media sosial mengaku pikirannya lebih jernih dan tidur lebih nyenyak. Mereka tidak lagi terbebani dengan kabar buruk beruntun, gosip, atau konten-konten yang justru memperkeruh suasana hati.
Efek Negatif: Rasa Sepi dan Keterasingan
Namun, tak sedikit pula yang justru merasa kehilangan arah setelah menghapus media sosial. Media sosial telah menjadi alat komunikasi utama, dan menghilangkannya bisa berarti memutus banyak koneksi sosial. Tanpa WhatsApp, Instagram, atau Twitter (X), kabar teman-teman jadi sulit diikuti, perasaan FOMO (fear of missing out) pun muncul.
Beberapa orang juga merasa hampa karena kehilangan panggung ekspresi diri. Tidak adanya tempat untuk membagikan foto, pemikiran, atau cerita harian membuat mereka merasa terasing.
Solusi: Tidak Harus Hitam Putih
Sebenarnya, keputusan menghapus semua akun media sosial tidak harus mutlak. Ada alternatif seperti digital detox mingguan, menghapus aplikasi sementara, atau mengatur waktu penggunaan. Pilihan ini lebih fleksibel dan tetap menjaga keseimbangan antara dunia digital dan realita.
Jika kamu merasa media sosial mulai berdampak negatif, cobalah untuk mengevaluasi pola penggunaannya. Tanyakan pada diri sendiri: apakah aku masih menggunakan ini dengan sadar, atau hanya karena kebiasaan?
Menghapus semua akun media sosial bisa menjadi keputusan besar yang membebaskan atau justru menyisakan kekosongan, tergantung pada kondisi dan kesiapan mental masing-masing orang. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Yang terpenting adalah mengenali kebutuhan diri sendiri dan menjalani gaya hidup digital yang sehat. Jadi, kalau kamu menghapus akun hari ini, apakah itu demi kebebasan... atau kamu sedang mencari makna dari kekosongan?