Stop Jadikan Anak Korban Amarah! Bangun Disiplin dengan Kasih Sayang

Orang Tua dan Anak
Sumber :

VIVA Tangerang – Mendisiplinkan anak sering kali menjadi ujian besar bagi para orang tua. Banyak yang masih menggunakan teriakan atau bahkan hukuman fisik sebagai cara agar anak patuh. Padahal, pendekatan tersebut bisa merusak rasa percaya diri anak dan meninggalkan luka emosional yang sulit dihapus. Saat ini, semakin banyak orang tua mulai mengenal konsep positive discipline atau disiplin positif, yaitu metode mendidik anak dengan penuh kasih sayang, tegas, namun tanpa kekerasan.

Cerai Bukan Alasan! Rahasia Orang Tua Tetap Kompak Lewat Co-Parenting

Disiplin positif bukan berarti membiarkan anak berbuat semaunya. Justru pendekatan ini mengajarkan anak untuk memahami tanggung jawab, menghargai aturan, serta membangun kemandirian sejak usia dini. Orang tua berperan sebagai pemandu yang sabar, bukan sosok yang menakutkan. Dengan demikian, anak belajar melalui pengalaman yang menyenangkan, bukan melalui rasa takut.

Anak-anak cenderung belajar lebih cepat dalam suasana penuh cinta dan rasa aman. Jika orang tua hanya mengandalkan amarah atau hukuman fisik, anak mungkin berhenti melakukan kesalahan, tetapi alasannya biasanya hanya karena takut. Hal ini tidak membantu mereka memahami perbedaan antara benar dan salah. Disiplin positif hadir untuk memberikan pemahaman bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi. Misalnya, ketika anak tidak membereskan mainannya, maka konsekuensi yang diterima adalah ia tidak bisa bermain lagi sampai mainan dirapikan. Anak belajar dari konsekuensi logis tanpa merasa dipermalukan.

Gen Alpha Terpapar Teknologi, Siapkah Orang Tua Hadapi Bahaya AI dan Media Sosial?

Dalam penerapannya, orang tua perlu bersikap konsisten. Aturan yang jelas dan diterapkan secara berulang akan membuat anak memahami batasan dengan lebih mudah. Komunikasi empatik juga menjadi kunci penting. Mendengarkan perasaan anak sebelum memberikan solusi akan membuat mereka merasa dihargai. Memberikan pilihan sederhana juga bisa membantu, seperti membiarkan anak memilih apakah ia ingin gosok gigi terlebih dahulu atau mengganti baju lebih dulu. Anak merasa punya kendali, tetapi tetap diarahkan pada keputusan yang benar.

Teladan dari orang tua adalah faktor yang paling kuat dalam disiplin positif. Anak cenderung meniru apa yang dilihat daripada sekadar mendengarkan nasihat. Oleh karena itu, jika orang tua ingin anaknya disiplin, maka perilaku disiplin harus dicontohkan setiap hari. Selain itu, fokus pada solusi dibanding menyalahkan juga penting. Jika anak menumpahkan minuman, alih-alih dimarahi, ajari ia cara membersihkannya agar ia belajar memperbaiki kesalahan dengan tanggung jawab.

Ibu Baru Bukan Superwoman! Dokter Bongkar Bahaya Kalau Nekat Tahan Stres Sendiri

Manfaat dari penerapan disiplin positif sangat besar. Anak-anak tumbuh dengan kepercayaan diri lebih tinggi, mampu mengelola emosinya dengan lebih baik, serta menjalin hubungan yang lebih hangat dengan orang tuanya. Mereka juga terbiasa berpikir kritis dan bertanggung jawab karena memahami alasan di balik aturan, bukan sekadar takut dihukum.

Meski begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa menerapkan disiplin positif membutuhkan kesabaran luar biasa. Orang tua harus menahan diri untuk tidak mudah bereaksi dengan marah. Proses ini memang menantang, namun hasilnya sepadan. Dengan latihan konsisten, pola asuh penuh kasih akan menjadi kebiasaan baru yang sehat. Dukungan pasangan, keluarga, hingga komunitas parenting bisa menjadi penguat agar tetap konsisten dalam penerapannya.

Halaman Selanjutnya
img_title