Nauru: Negara Kecil yang Pernah Kaya Raya, Kini Jatuh Miskin dan Bergantung Bantuan
- VIVA
VIVA Tangerang – Pernahkah Anda mendengar tentang Nauru, sebuah negara kecil di Pasifik yang pernah menjadi salah satu negara terkaya di dunia, namun kini justru mengalami krisis ekonomi dan sosial yang mendalam?
Kisah jatuh bangunnya Nauru kerap dijadikan contoh oleh para pakar dan pengamat politik-ekonomi, termasuk Rocky Gerung, dalam forum diskusi. Negara ini menjadi gambaran nyata bagaimana kekayaan sumber daya alam yang tidak dikelola dengan bijak justru bisa menjadi bencana bagi sebuah bangsa.
Kaya Mendadak Berkat Fosfat
Pada dekade 1970-an hingga awal 1980-an, Nauru menjadi negara terkaya di dunia dalam hal pendapatan per kapita. Negara dengan luas hanya sekitar 21 km² dan penduduk kurang dari 10 ribu jiwa ini mendadak makmur setelah mengekspor fosfat dalam jumlah besar.
Fosfat adalah bahan utama dalam industri pupuk, dan Nauru memiliki cadangan yang sangat melimpah. Tambang-tambang fosfat di pulau kecil itu menghasilkan keuntungan luar biasa. Dengan pendapatan miliaran dolar, pemerintah Nauru bahkan mendanai biaya hidup warganya 100 persen, mulai dari rumah, pendidikan, hingga layanan kesehatan.
Tidak ada pajak. Tidak ada kemiskinan. Hidup seperti surga dunia.
Kemewahan yang Berujung Kehancuran
Sayangnya, kekayaan mendadak itu tidak diimbangi dengan perencanaan jangka panjang dan kebijakan fiskal yang bijak. Dana kekayaan negara banyak dihambur-hamburkan untuk investasi spekulatif, proyek mercusuar, dan gaya hidup mewah.
Pemerintah Nauru membeli hotel-hotel di Australia, maskapai penerbangan, bahkan mendanai produksi pertunjukan musikal. Banyak aset yang dibeli ternyata merugi atau gagal dikelola.
Ketika cadangan fosfat mulai menipis dan harga komoditas jatuh, krisis ekonomi pun tak terhindarkan. Nauru mendadak miskin. Infrastruktur mulai rusak, sistem pelayanan publik ambruk, dan negara kehabisan sumber pemasukan.
Dari Negara Kaya Menjadi Pengemis Internasional
Dalam kondisi terpuruk, Nauru bahkan sempat menjual hak pengakuan diplomatik kepada Taiwan dan Tiongkok secara bergantian demi menerima bantuan finansial.
Negara ini juga sempat terkenal karena menjadi “penjara lepas pantai” Australia, dengan menerima uang kompensasi untuk menampung para pencari suaka yang dideportasi dari Australia.
Menurut berbagai laporan internasional, angka pengangguran di Nauru sangat tinggi, kualitas kesehatan dan pendidikan anjlok, dan lebih dari separuh penduduknya mengalami obesitas karena gaya hidup pasif dan konsumsi makanan instan yang dulunya jadi simbol kemewahan.
Pelajaran Berharga dari Nauru
Dalam salah satu acara diskusi, Rocky Gerung menyebutkan bahwa kisah Nauru adalah contoh ekstrem dari “negara yang kaya tapi tidak cerdas”. Ia menyoroti pentingnya kesadaran politik, pendidikan rakyat, dan manajemen negara yang berkelanjutan.
Rocky menilai bahwa pembangunan tanpa visi dan ilmu pengetahuan hanya akan menciptakan kemewahan sesaat, bukan kesejahteraan jangka panjang.
Kisah Nauru adalah peringatan keras bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Kaya sumber daya alam tidak menjamin kemakmuran jika tidak disertai manajemen yang transparan, pendidikan politik yang kuat, dan orientasi pada keberlanjutan.
Dari surga fosfat menjadi negara pengemis bantuan, Nauru adalah bukti bahwa kekayaan tanpa pengetahuan adalah bencana.