Mesir Kecam Pemutusan Aliran Listrik ke Gaza oleh Israel

Warga Palestina di Gaza.
Sumber :
  • VIVA

VIVA Tangerang – Pemerintah Mesir dengan tegas mengecam tindakan Israel yang memutuskan pasokan listrik ke Jalur Gaza, menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional, khususnya terhadap hukum kemanusiaan dan Konvensi Jenewa Keempat yang mengatur perlindungan bagi warga sipil dalam situasi konflik. Dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa, 11 Maret 2025, Kementerian Luar Negeri Mesir menilai keputusan tersebut sebagai langkah yang tidak dapat dibenarkan dan menambah ketegangan di wilayah yang sudah rentan tersebut.

Israel Kerahkan 3.000 Polisi di Al-Aqsa Menjelang Salat Jumat Pertama Ramadan

Tindakan pemutusan aliran listrik ini diumumkan pada Minggu oleh Menteri Energi Israel, Eli Cohen, yang menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai upaya untuk menekan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, untuk membebaskan lebih banyak sandera yang mereka tahan. Cohen menambahkan bahwa penghentian pasokan listrik adalah salah satu strategi untuk memberikan tekanan pada Hamas dalam upaya mereka untuk memenuhi tuntutan Israel.

Selain mengecam pemutusan aliran listrik, Mesir juga mengkritik kebijakan Israel yang dianggap sebagai hukuman kolektif, yang tidak hanya mencakup pemutusan listrik, tetapi juga pembatasan dan penghentian pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Dalam pernyataan tersebut, Mesir menyebut kebijakan ini sebagai tindakan yang tidak dapat diterima, mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap warga sipil di Gaza, yang sudah lama berada dalam kesulitan akibat blokade dan konflik yang terus berlangsung. Kebijakan tersebut, menurut Mesir, melanggar prinsip-prinsip dasar hukum internasional yang harus dilindungi oleh semua pihak dalam konflik.

Survei Ungkap 6 Perilaku Wisatawan Asing yang Mengganggu Penumpang Kereta Api di Jepang

Israel sebelumnya, pada 2 Maret, telah mengumumkan larangan terhadap distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang semakin memperburuk situasi di wilayah yang sudah dilanda krisis ini. Larangan tersebut membuat banyak organisasi kemanusiaan kesulitan dalam memberikan bantuan vital kepada warga Gaza yang membutuhkan, termasuk pasokan makanan, air, dan perawatan medis.

Tindakan keras Israel terhadap Gaza juga tidak berhenti pada penghentian aliran listrik dan bantuan. Rezim Zionis mengancam akan mengambil langkah lebih lanjut untuk menekan Hamas, yang dituduh menolak usulan dari Amerika Serikat untuk memperpanjang gencatan senjata yang telah berlangsung antara Israel dan Hamas sejak 19 Januari hingga 1 Maret 2025. Gencatan senjata tersebut merupakan bagian dari kesepakatan yang lebih besar terkait pertukaran tahanan dan pembebasan sandera.

10 Skandal Korupsi Terbesar yang Menggemparkan Dunia

Selama periode gencatan senjata itu, Hamas telah membebaskan 30 sandera dan menyerahkan delapan jenazah, sementara Israel membebaskan sekitar 1.700 tahanan Palestina, beberapa di antaranya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Pasukan Israel juga mulai menarik diri dari beberapa wilayah di Gaza sebagai bagian dari kesepakatan tersebut.

Namun, meskipun ada sejumlah pembebasan, Hamas masih dilaporkan menahan 59 sandera Israel di Jalur Gaza, dan separuh dari mereka diperkirakan telah meninggal. Situasi ini terus memicu ketegangan dan mempersulit upaya diplomatik untuk mencapai perdamaian yang lebih langgeng di wilayah tersebut.

Mesir, sebagai negara tetangga yang memiliki kepentingan langsung terhadap stabilitas di Gaza, terus mendesak agar semua pihak mematuhi hukum internasional, menghentikan kebijakan yang merugikan warga sipil, dan berkomitmen untuk menyelesaikan konflik melalui dialog yang konstruktif, bukan dengan meningkatkan tekanan yang justru hanya memperburuk penderitaan rakyat Gaza. (Antara)