Iran Ancam Lanjutkan Serangan Brutal ke Israel hingga Tuntutan Ini Dipenuhi
VIVA Tangerang – Krisis di Timur Tengah semakin dalam. Pemerintah Iran secara tegas menyatakan bahwa serangan terhadap Israel akan terus berlanjut hingga apa yang mereka sebut sebagai “ganti rugi” dibayarkan oleh rezim Zionis. Pernyataan keras ini disampaikan melalui Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, dan dikutip oleh kantor berita resmi IRNA pada Kamis (19 Juni 2025).
“Pembalasan terhadap Israel akan terus dilakukan sampai musuh kita dihukum dan ganti rugi dibayarkan kepada Republik Islam Iran,” tegas pernyataan tersebut seperti dilansir Antara, Sabtu 21 Juni 2025.
Pernyataan ini mempertegas sikap Iran pasca-serangan udara besar-besaran yang dilancarkan Israel pada Jumat (13 Juni 2025) dini hari. Serangan itu menghantam berbagai wilayah strategis di Iran, termasuk Teheran, dan menargetkan sejumlah pejabat tinggi militer serta ilmuwan nuklir. Beberapa situs penting seperti fasilitas nuklir Natanz dan Fordow turut menjadi sasaran.
Ayatollah Khamenei: Serangan Israel Adalah Kejahatan Perang
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyebut serangan Israel sebagai “kejahatan besar” dan berjanji bahwa rezim Zionis akan menghadapi konsekuensi yang “pahit dan mengerikan.” Khamenei menegaskan bahwa tindakan militer Israel tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa pembalasan yang setimpal.
“Setiap tetes darah yang tertumpah akan dihitung, dan musuh kami tidak akan lolos dari tanggung jawab sejarahnya,” ujar Khamenei dalam pidatonya.
Sebagai respons langsung, Iran meluncurkan “Operasi True Promise 3” pada malam harinya. Operasi itu menyasar instalasi militer penting Israel, dan menurut laporan, menimbulkan kerusakan signifikan pada beberapa basis pertahanan utama Tel Aviv dan Haifa.
Iran Tegaskan Program Nuklirnya Tidak Bersifat Militer
Di tengah tudingan bahwa serangan Israel dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap program nuklir Iran, pemerintah Teheran dengan tegas membantah bahwa mereka tengah mengembangkan senjata nuklir.
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, menyampaikan bahwa hingga saat ini tidak ditemukan bukti kuat bahwa Iran melakukan pengayaan uranium untuk tujuan militer. Laporan intelijen Amerika Serikat juga menguatkan pernyataan ini, sebagaimana dilaporkan CNN pada Selasa (17 Juni 2025).
Iran menegaskan bahwa seluruh aktivitas nuklirnya bersifat damai, digunakan untuk keperluan energi dan medis, serta berada di bawah pengawasan IAEA.
Dukungan dan Simpati untuk Iran dari Komunitas Internasional
Kondisi yang terus memanas ini telah menarik perhatian komunitas internasional. Craig Murray, mantan Duta Besar Inggris untuk Uzbekistan dan aktivis HAM terkemuka, menyatakan bahwa Iran selama ini telah menunjukkan kesabaran luar biasa di tengah berbagai provokasi militer dari Israel.
“Iran tetap tenang di tengah tekanan, embargo, dan serangan terselubung. Kini, dunia perlu memahami bahwa Iran sedang mempertahankan martabat nasional dan haknya atas kedaulatan,” ungkap Murray kepada media RIA Novosti.
Konflik yang Meningkat dan Potensi Perang Skala Penuh
Dengan sikap saling menyerang yang kian terbuka, para analis memperingatkan potensi terjadinya perang besar di kawasan Timur Tengah. Israel bersikeras menyerang Iran dengan alasan keamanan nasional, sementara Iran menegaskan tidak akan berhenti hingga Israel membayar kerugian dan menghentikan agresinya.
Jumlah korban dari kedua belah pihak pun terus bertambah. Data terbaru menyebutkan bahwa di pihak Israel, sedikitnya 24 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan rudal Iran. Di sisi Iran, korban jauh lebih besar: 585 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 1.300 orang terluka akibat gempuran udara Israel.
Iran Tidak Akan Surut Sampai Tuntutan Dipenuhi
Situasi di Timur Tengah kini memasuki babak baru yang lebih berbahaya. Iran bersumpah tidak akan menghentikan serangan ke Israel kecuali ada kompensasi konkret atas kerugian yang mereka derita. Sementara itu, Israel masih mempertahankan posisi ofensifnya, dengan dukungan diplomatik dari sejumlah sekutu.
Dengan dua kekuatan regional besar yang saling menyerang dan saling menolak untuk mundur, perdamaian di kawasan tampaknya akan sulit dicapai dalam waktu dekat — kecuali ada campur tangan diplomatik internasional yang kuat dan netral.