Kata Kemenag soal Geger Aliran Baru di Sulsel yang Mengklaim 11 Rukun Islam dan Berhaji ke Gunung Bawakaraeng
- VIVA
VIVA Tangerang – Warga Desa Bontosomba, yang terletak di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, baru-baru ini diguncang oleh kemunculan sebuah ajaran baru yang dipimpin oleh seorang perempuan bernama Petta Bau (56). Ajaran ini menimbulkan keresahan dan perdebatan sengit di tengah masyarakat, karena mengklaim bahwa jumlah rukun Islam bukan lima, melainkan sebelas, dan menyarankan umat Islam untuk berhaji ke Gunung Bawakaraeng, bukan ke Mekah.
Keberadaan ajaran tersebut menimbulkan kontroversi, mengingat keyakinan ini bertentangan dengan ajaran Islam mainstream yang telah diakui oleh mayoritas umat Islam.
Menanggapi fenomena ini, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama (Kemenag), Arsad Hidayat, mengungkapkan bahwa pihaknya telah merespons cepat dengan membentuk Tim Deteksi Dini dan Penanganan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan di tingkat kecamatan, termasuk di Kecamatan Tompobulu.
Tim tersebut telah melakukan langkah-langkah konkret dalam menangani masalah ini dengan menggandeng berbagai pihak, seperti organisasi masyarakat (ormas) keagamaan Islam, aparat penegak hukum, serta lembaga-lembaga terkait lainnya. Arsad juga memberikan apresiasi terhadap peran serta Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tompobulu dan berbagai instansi terkait yang telah sigap menangani isu ini.
“Tim pencegahan ini diharapkan mampu merespons setiap gejala atau potensi konflik sosial yang muncul di wilayah mereka. Kerjasama antara ormas keagamaan Islam dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menjaga kerukunan dan mencegah penyebaran ajaran yang tidak jelas,” ujar Arsad Hidayat seperti dilansir laman resmi Kemenag RI, Senin 10 Maret 2025.
Sementara itu, Kepala KUA Tompobulu, Danial, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Deteksi Dini dan Penanganan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, menjelaskan bahwa ajaran Petta Bau pertama kali terungkap pada bulan Oktober 2024. Pada saat itu, KUA bersama dengan pihak-pihak berwenang lainnya langsung turun tangan untuk meredam keresahan yang berkembang di masyarakat. Setelah menerima laporan tentang ajaran ini yang dianggap meresahkan, pihaknya segera melakukan investigasi.
“Pada 15 Oktober 2024, kami menerima laporan dari masyarakat mengenai ajaran yang diajarkan oleh Petta Bau. Kami segera melakukan penyelidikan pada 16 Oktober 2024 dan menemukan bahwa ajaran tersebut tidak memiliki dasar yang sah dalam ajaran Islam. Bahkan, Petta Bau tidak dapat memberikan penjelasan yang benar terkait ajaran yang ia sampaikan, baik dari sisi ilmiah maupun teologis,” terang Danial.
Petta Bau mengklaim bahwa ajaran yang ia sebarkan diterimanya melalui mimpi dan mengaku diajari langsung oleh Nabi Khidir. Namun, ketika diminta untuk menjelaskan lebih lanjut tentang rukun Islam, ia tidak dapat memberikan penjelasan yang sesuai dengan ajaran Islam yang sah. Selain itu, Petta Bau diketahui memiliki latar belakang pendidikan yang terbatas dan tidak dapat membaca, yang semakin memperjelas keraguan akan validitas ajarannya.
Walaupun pada bulan Oktober 2024 Petta Bau telah berjanji untuk menghentikan penyebaran ajaran tersebut, laporan terbaru yang diterima pada Maret 2025 menunjukkan bahwa ia masih melanjutkan aktivitasnya secara diam-diam. Untuk itu, KUA Tompobulu bersama Polsek Tompobulu, Kesbangpol, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Maros, dan pemerintah Desa Bontosomba segera melakukan upaya penanganan lebih lanjut.
Pada 5 Maret 2025, tim gabungan mengunjungi kediaman Petta Bau di Desa Bontosomba untuk meminta keterangan. Namun, berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, Petta Bau tidak berada di rumah karena tengah sibuk berdagang. Ia diketahui berasal dari Malino, Kabupaten Gowa, dan hingga kini keberadaannya masih dalam pemantauan.
“Kami akan memastikan bahwa Petta Bau dan para pengikutnya mendapatkan pembinaan yang tepat. Kami akan bekerja sama dengan MUI dan ormas-ormas keagamaan Islam lainnya untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai agama. Bisa jadi ajaran ini muncul karena adanya pemahaman agama yang lemah di kalangan pengikutnya,” tegas Danial.
Danial menambahkan bahwa pendekatan persuasif dan edukatif akan terus dilakukan untuk memberikan pemahaman keagamaan yang sah kepada masyarakat. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak lintas sektoral akan diperkuat guna memastikan terciptanya harmoni sosial dan ketahanan keagamaan di masyarakat. Kementerian Agama juga berkomitmen untuk terus memantau dan memastikan bahwa ajaran-ajaran yang menyimpang dari prinsip ajaran Islam tidak berkembang di tengah masyarakat.